Dasa Titah
Hidup tanpa aturan bukanlah hidup yang enak dijalani.
SATUHARAPAN.COM—Apakah yang terlintas dalam benak Saudara saat mendengarkan frasa ”Dasa Titah”? Bisa jadi kita merasa jengah karena Dasa Titah identik dengan sekumpulan kata ”jangan”. Jangan begini, jangan begitu.
Bisa jadi, kita pun ikut merasakan bahwa ”Dasa Titah” telah kehilangan gregetnya pada zaman reformasi ini. Pada masa kini sekumpulan kata ”jangan” terkesan melawan arus; dan pasti tidak populer. Lagi pula pendidikan modern mengajarkan kepada para orang tua untuk tidak lagi memakai kata ”jangan”. Sebab, seorang anak makin dilarang, malah makin menjadi-jadi.
Namun, perlu juga dicermati, ”Mengapa orang Kristen perdana tidak menghilangkan ”Dasa Titah”? Bukankah Perjanjian Baru sudah cukup lengkap dan tuntas sebagai pegangan iman Kristen?” Jawabnya ada pada pernyataan Yesus Kristus sendiri saat memperkenalkan Hukum Kasih: ”pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan Kitab para nabi” (Mat. 22:40).
Yesus tidak menghilangkan Taurat, juga Dasa Titah. Hukum Kasih dan Dasa Titah tidak bertentangan! Kalaupun ada pertentangan, itu ada dalam diri kita sendiri yang tidak begitu suka dengan sekumpulan kata ”jangan”.
Sebenarnya sebelum masuk kepada sekumpulan kata ”jangan”, ada kalimat pembuka yang menjadi pijakan dasar Dasa Titah itu, yakni: ”Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan.”
Dasa Titah harus dimengerti sebagai tanda perjanjian antara TUHAN dan umat-Nya. Dan bagi TUHAN, Sepuluh Hukum menjadi tolok ukur untuk menilai kesetiaan umat Israel kepada-Nya.
Allah telah menyelamatkan Israel. Pertanyaan selanjutnya: maukah Israel menerima kenyataan penyelamatan Allah itu? Jika tidak, mereka dapat kembali ke tanah Mesir. Tetapi, kalau mereka menerima penyelamatan Allah itu, maka Allah, Sang Pembebas, memiliki serangkaian aturan.
Semena-menakah aturan ini? Tentu tidak. Sejatinya ini merupakan undangan. Israel masih boleh memilih apakah mereka masih mau menjadi bangsa merdeka dengan Allah sebagai tuan mereka atau sebagai bangsa budak dengan bangsa Mesir sebagai tuan mereka? Pilihan ada pada Israel.
Tetapi, ngomong-ngomong soal aturan, yakinlah bahwa hidup tanpa aturan bukanlah hidup yang enak dijalani. Di rumah, di jalan, di kantor, bahkan dalam permainan anak-anak pun ada aturannya. Masak di dalam hubungan antara Allah dan manusia kagak?
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...