Gagal Menunjukkan Kebaikan
Aku tidak menyesali apa yang kulakukan pada masa lalu. Aku menyesali apa yang tak kulakukan ketika kesempatan itu ada.
SATUHARAPAN.COM – ”Jika segala yang kulalukan hari ini adalah ketulusan belaka, tak masalah jika aku menyesalinya besok,” demikian Jose Saramago, penulis Portugis, kandidat penerima hadiah Nobel, di bukunya Blindness, yang sempat difilmkan. Buku dan film itu penuh dengan tragedi kehidupan akibat kebutaan yang melanda sebuah kota. Namun, bukan buku atau film itu yang ingin dikemukakan di sini, melainkan sikap menarik penulisnya mengenai penyesalan itu.
Kehidupan ini memang penuh dengan pilihan. Sering kali pilihannya bukanlah antara yang salah dan benar, atau baik dan jahat, melainkan lebih sering mengenai tidak benar versus tidak benar, atau tidak baik versus tidak baik. Akibatnya tentu keputusan yang diambil belum tentu adalah keputusan yang di kemudian hari terbukti tepat. Lalu, penyesalan tentu menjadi suatu keniscayaan.
Akan tetapi, kata-kata Saramago, dapat diinterpretasikan lebih jauh lagi: ”Mengambil langkah yang kemudian hari terbukti salah adalah lebih baik daripada tidak mengambil langkah sama sekali.” Hal yang patut disesalkan hanyalah tidak mengambil keputusan saat kesempatan memanggil. Bukan atas hal yang telah diputuskan setelah dipertimbangkan dengan matang disertai ketulusan. Betapa benarnya pernyataan ini. Tak ada penyesalan yang diperlukan untuk sesuatu yang telah diputuskan dengan pertimbangan terbaik, asalkan ada action, bukan sekedar omdo alias no action talk only.
Setiap manusia terlahir unik. Baik secara fisik maupun mental. Talenta setiap manusia pun berbeda-beda. Dan itulah indahnya karya penciptaan alam ini: semua saling melengkapi. Tak ada yang sama. Semua terlahir dengan talenta yang khas. Masalahnya, banyak sekali talenta yang dibawa dari lahir, tetap terkubur sampai manusianya dikubur setelah hidup puluhan tahun, tanpa talenta itu pernah digali dan diasah. Betapa banyak orang yang hidup semata-mata mengikuti arus kehidupan tanpa pernah menggali talenta apa yang sesungguhnya melekat pada DNA mereka, sebagaimana dimaksudkan Sang Pencipta. Sang Pencipta tentunya ingin talenta itu dikembangkan dan diterapkan dalam hidup, agar bisa bermanfaat bagi manusia lain. Betapa banyak orang lain yang memiliki talenta, menggalinya, namun hanya digunakan untuk menyenangkan diri sendiri, tanpa manfaat bagi orang lain?
Marica Labrou, pemimpin sebuah biro konsultan berkata berkata, ”Hey, talented people, your talent will bring you nowhere, unless combined with effort.” Talenta boleh segudang, tetapi kalau hanya disimpan dan tidak diberi kesempatan berkembang mungkin suatu hari kelak, ketika kekuatan tubuh tak lagi dapat menunjang aktifitas lain, penyesalan akan muncul: mengapa tak kulakukan semua itu selagi aku masih kuat? Kesempatan hanya akan bermanfaat bagi mereka yang ketika saatnya tiba, telah siap untuk menangkapnya dan menjadikannya mengembang dan menyebarkan bau harumnya kepada sesama.
Email: insprasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
DJP: Semua Buku Bebas PPN, Kecuali Melanggar Hukum
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyataka...