Gereja Anglikan PNG: Kami Berdiri Bersama Rakyat Papua
PORT MORESBY, SATUHARAPAN.COM - Setelah Dewan Gereja Dunia menyampaikan solidaritas atas laporan-laporan tentang memburuknya situasi Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, giliran Gereja Anglikan di Papua Nugini (PNG) mengangkat hal senada.
Uskup Agung dan Kepala Keuskupan (Primate) Gereja Anglikan PNG, Clyde Igara, mengatakan para uskup Gereja Anglikan PNG pekan ini telah "berbicara untuk mendukung saudara dan saudari Melanesia kami dari Papua (Barat) " selama pertemuan terakhir mereka.
"Konstitusi Gereja Anglikan PNG mengakui martabat kehidupan manusia dan harus menghormatinya," kata dia, seperti diberitakan oleh anglicannews.org, Kamis (30/6).
Situs resmi gereja Anglikan itu mencatat meningkatnya tensi di Indonesia, yang telah menarik perhatian gereja-gereja. Kedaulatan atas Papua telah menjadi sengketa sejak hengkangnya Belanda dari Hindia Belanda pada tahun 1940-an.
Situs itu juga mengungkap catatan sejarah tentang adanya perdebatan tentang Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang difasilitasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tahun 1969. Ada dugaan bahwa 1000 orang tokoh yang diikutsetakan dalam Pepera tahun 1969 itu adalah rekayasa, yang akhirnya secara mutlak memilih berintegrasi dengan Indonesia.
Gereja Anglikan mencatat semakin berkembangnya seruan penentuan nasib sendiri dalam berbagai aksi unjuk rasa. Pada beberapa waktu terakhir, ribuan pengunjuk rasa ditangkap polisi karena aksi mereka.
Di bagian lain pernyataannya, Uskup Agung Igara menyampaikan apresiasi kepada pemerintahnya. "Para uskup ingin mengungkapkan, atas nama Gereja Anglikan, harapan bahwa Pemerintah PNG dan Papua akan melakukan segala upaya untuk memberikan kebebasan kepada pengungsi dari Papua untuk menetap dan membangun kembali penghidupan mereka; rumah dan kebun-kebun mereka."
Dikatakan pula bahwa uskup PNG menyambut baik keputusan pemerintah mereka untuk memberikan kewarganegaraan kepada rakyat Papua yang tinggal di PNG.
"Kami tegaskan bahwa adalah perintah Injil yang mengharuskan kita 'mengasihi Tuhan Allah kita dan untuk mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri'," kata Uskup Agung Igara.
"Oleh karena itu kami berdiri dalam solidaritas dengan rakyat Papua."
Sebelumnya, Komite Sentral Dewan Gereja Dunia telah menyatakan keprihatinannya atas laporan pelanggaran HAM di Papua yang meningkat. Pada pertemuan mereka di Trondheim, Norwegia, DGD menyerukan gereja anggota untuk "berdoa dan bertindak dalam mendukung kesaksian Kristen di wilayah tersebut."
Komite juga meminta agar delegasi ekumenis internasional dikirim ke wilayah itu "sesegera mungkin" antara lain untuk mendengar suara para korban kekerasan dan pelanggaran HAM.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...