Gereja Menentang Dampak Negatif Pertambangan
TUNIS, SATUHARAPAN.COM – Biaya sosial dan ekologi perluasan eksplorasi dan penggalian bahan mineral disorot oleh gereja-gereja pada acara Forum Sosial Dunia (WSF) yang digelar pekan lalu di Tunis, Tunisia.
Perwakilan gereja menekankan bahwa proyek pertambangan sering menghambat kesejahteraan dan keberlanjutan masyarakat setempat, dengan catatan agar menemukan alternatif baru untuk menghapusnya dalam paradigma pembangunan.
Acara, yang berlangsung pada tanggal 27 Maret, diselenggarakan oleh Iglesias y Mineria (Gereja dan Pertambangan), Fransiskan International, Missionários Combonianos dan The Rural Women’s Assembly dan kelompok-kelompok lainnya.
WSF-14 tahun ini, telah mengumpulkan sekitar 70.000 peserta dari seluruh dunia, yang mewakili lebih dari 4.000 gerakan berbasis massa dan organisasi. Dewan Gereja Dunia (The World Council of Churches/WCC), diwakili oleh Athena Peralta, konsultan WCC untuk Ekonomi dan Program Lingkungan Hidup yang Berkeadilan.
Pada acara diskusi yang membahas "Gereja Kristen dan Pertambangan", menggarisbawahi bagaimana beberapa negara terutama di Amerika Latin, semakin menyaksikan dampak negatif dari proyek pertambangan. Menurut beberapa laporan, proyek-proyek ini telah merugikan kesehatan dan sumber-sumber rezeki dari masyarakat di daerah pertambangan.
Menanggapi situasi ini, sejak 2013, Gereja Katolik Roma dan kelompok gereja Protestan di Amerika Latin telah bekerja sama untuk mendukung masyarakat menolak pertambangan skala besar, mempromosikan perlindungan masyarakat dan bekerja sama untuk mencari alternatif untuk penghapusan
"Gereja adalah salah satu aktor yang paling dapat diandalkan dalam membela hak-hak masyarakat, tanah, air dan semua barang umum di wilayahnya," kata Pastor dario Bossi, seorang misionaris Comboni dan anggota The International Network of those Affected by Vale, a mining company. "Di Amerika Latin, jaringan kami Iglesias y Mineria memperkuat posisinya untuk mempromosikan keadilan sosial dan ekologi," katanya.
"Sebagai orang Kristen kita memiliki kesamaan visi dari dunia yang adil dan damai," kata Athena Peralta.
"Untuk menerjemahkan visi ini menjadi kenyataan, kita harus mengatasi ketidakadilan yang timbul dari kegiatan penggalian industri pertambangan. Model ini cenderung hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan multinasional dan elit ekonomi dengan mengorbankan orang dan ekologi, “ kata Peralta.
Para peserta mendesak dukungan bagi perjuangan masyarakat melawan perusahaan pertambangan. “ Gereja-gereja harus berkontribusi pada spiritualitas perjuangan untuk mempertahankan hidup dan hak asasi manusia untuk tanah dan air, “ kata mereka. Mereka juga mendorong gereja untuk mengangkat dalam dialog tuntutan masyarakat yang terkena dampak pertambangan.
Perwakilan Gereja sepakat, untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu pertambangan dan mengembangkan kolaborasi antara masyarakat yang terkena dampak. Mereka merencanakan untuk mempublikasikan pelanggaran hak asasi manusia di daerah pertambangan, seperti penganiayaan terhadap para pemimpin dan aktivis masyarakat. Mereka berharap untuk membagikan laporannya kepada PBB dan platform internasional lainnya, agar situasinya lebih efektif.
Para peserta pada acara tersebut juga sangat setuju, dan mengecam setiap upaya oleh perusahaan tambang untuk "membeli gereja" dan mempengaruhi teologi dan liturgi mereka. (oikoumene.or)
Editor : Bayu Probo
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...