Guyonan Awal Tahun?
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dunia politik dewasa ini, termasuk di Indonesia, tidak lagi hanya berlangsung di bilik-bilik suara saat orang memilih calonnya.
Memang itu soal menentukan. Dan kadang kala punya dampak yang mirip pertaruhan hidup-mati: Anda masuk bilik suara, lalu mencontreng – atau mencoblos – pasangan pilihan Anda, mungkin setelah berdoa sejenak minta ilham, melipat surat suara dan memasukkannya ke dalam kotak. Apa yang Anda coblos – atau contreng – itu akan membuat pasangan A naik takhta, atau sebaliknya masuk Rumah Sakit Jiwa. Luar biasa bukan?
Tetapi itu bukan politik. Itu adalah ujung dari proses panjang yang disebut politik. Dan proses panjang tadi berlangsung di lokasi-lokasi yang tak terbayangkan sebelumnya. Bisa lewat rapat-rapat formal, tetapi lebih sering lewat pertemuan informal sembari menyantap American Prime Rib Steak setengah matang dengan segelas red wine yang menghabiskan puluhan juta rupiah. Bisa lewat kasak-kusuk di kamar hotel, setelah menyewa artis untuk “pemanasan”. Bisa di rumah Sang Ibu yang suaranya menentukan segala arah pertarungan kuasa di negeri ini. Dan masih banyak lainnya.
Siulan Kaesang yang membuat gempar Twitter
Namun orang makin sadar, terutama semenjak Jokowi Effect dan The Ahok Way membuat kita terkesima, apa yang disebut proses politik sebagian terbesar berlangsung di dunia maya, dunia virtual daring (online) sehari-hari yang biasa kita kunjungi, entah lewat Facebook, Twitter, What’sApp, dll. Dari sekian banyak platform tersebut, siulan di Twitter yang hanya mengijinkan 140 karakter, ternyata, paling ampuh. Jika Anda pandai memainkan peran dan membuat pesan yang menohok dengan 140 karakter, boleh jadi Anda akan ikut menentukan siapa pemimpin tertinggi di suatu negara. Tetapi bila tidak cukup pandai, maka bersiaplah jadi bulan-bulanan para netizen, penghuni dunia maya.
Dan netizen, percayalah, adalah penghuni dunia paling anarkis di seluruh semesta: tidak jelas identitasnya, dan satu-satunya aturan adalah follow it or leave it. Maksudnya, kalau Anda suka siulan akun anu, ya silakan follow. Nggak suka? Gampang. Tinggal unfollow. Semua orang boleh bersiul apa saja, tentang apa saja, dan dengan cara apa saja. Yang menarik, dari dunia serba anarkis itu, siul-siul yang saling bersliweran bisa mengarahkan perjalanan karier atau pertarungan kuasa!
Tak percaya? Ini contoh mutakhir, yang berlangsung di awal tahun yang barusan kita masuki: guyonan Kaesang Pangarep (akun @kaesangp) terhadap bapaknya, Presiden Joko Widodo (akun @jokowi), yang mengundang banyak komentar. Jalan ceritanya sederhana. Begini:
Di akhir tahun lalu, Presiden Jokowi menghabiskan hari terakhir 2015 di Raja Ampat. Lalu lewat akun Twitter-nya beliau bersiul di awal tahun 2016: “Pulau Pianemo Raja Ampat, sangat indah. Surga kecil di Tanah Papua - Jkw.” Sebuah ungkapan pujian yang tulus. Tapi Kaesang Pangarep, yang terkenal suka jahil, membuat guyon anak ke bapak. Lewat akunnya ia pun bersiul: “Pak, bukan bermaksud untuk tidak sopan tapi kalo cari kecebong bukan disitu tempatnya.”
Dua siulan itu langsung membuat netizen geger. Apa pasal? Jika dibaca dengan sederhana, kedua siulan itu sekadar saling ledek yang lumrah terjadi antara anak dengan si bapak. Sebuah hubungan keluarga yang penuh kehangatan, sehingga bisa saling meledek – walau si bapak adalah Presiden Republik Indonesia. Lagi pula, Kaesang memang suka usil. Ia pernah, saat perayaan hari Ibu (22 Desember) lalu, mengunggah foto yang membuat netizen tertawa: ia tergelepar di lantai di samping Riana, ibunya. Kata Kaesang, ia ingin memberi pelukan pada sang ibu, tetapi apa daya tenaganya sudah habis.
Cara nyeleneh Kaesang bergurau dengan ibunya
Hanya saja, karena si bapak yang dijahili Kaesang itu Presiden, dan ada begitu banyak Jokowi-haters di kalangan netizen, maka siul Kaesang berbuntut panjang. Banyak Jokowi-haters memanfaatkan momen tersebut untuk mendorong agar polisi bertindak tegas, tidak tebang pilih, karena siulan Kaesang dianggap “menghina dan memalukan Presiden”! Seperti ditulis islamnkri.com yang meringkas geger netizen itu, ada yang menyebut siulan Kaesang “durhaka”, “mau ikut menjewer”, sampai ada yang membuat tagar #TangkapKaesang dan mendorong Polri menangkap pemilik akun @kaesangp itu!
Bagaimana memahami geger netizen itu? Saya sendiri tidak yakin analisa sebagian kalangan, bahwa siulan Kaesang merupakan “umpan” cerdik untuk membuka topeng Jokowi-haters. Rasanya terlalu berlebihan, malah cenderung bernuansa konspiratif.
Bagi saya, siulan itu hanyalah guyonan biasa anak dengan bapaknya. Lalu ada kelompok yang ingin memanfaatkan momen itu untuk kepentingan politik mereka, tetapi salah baca! Walau tagar #TangkapKaesang sempat jadi trending topic, tapi saya duga tidak akan berlanjut jauh. Paling orang banyak hanya akan menjadikannya “guyonan awal tahun”.
Atau analisa saya salah? Yang jelas, hati-hati dengan 140 karakter. Siulan Anda bisa menjadi bola politik yang tidak tentu arahnya!
Penulis adalah Koordinator Penelitian Biro Litbang-PGI, pemilik akun @trisnoss
Editor : Trisno S Sutanto
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...