Iman Sang Perwira
Mari kita menjadi perantara!
SATUHARAPAN.COM – Kita tak pernah tahu jati diri perwira di Kapernaum itu. Lukas, yang biasanya begitu rinci dalam menuliskan Injilnya, mencatat: ”Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati. Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya” (Luk. 7:2-3).
Meski tidak menceritakan nama perwira itu, Lukas melukiskan perwira itu sebagai seorang yang sangat mengasihi hambanya. Agaknya, itulah yang menarik perhatian Lukas. Bisa jadi sikap Sang Perwira berbeda dari kebanyakan perwira pada masa itu. Dia begitu mengasihi, sehingga berusaha melakukan apa saja agar hambanya sembuh. Bahkan, Sang Perwira merasa perlu minta tolong kepada para Tua-tua Yahudi agar menemui Yesus untuk memohon pertolongan-Nya.
Tak Layak
Mulanya dia berharap Yesus mau datang ke rumahnya. Tetapi, Sang Perwira kemudian merasa tak layak menerima Yesus di rumahnya. Dia menyuruh utusan menyampaikan pesan agar Yesus menyembuhkan dari jarak jauh.
Kemungkinan besar, Sang Perwira itu sadar ada batasan bagi orang Yahudi pada masa itu untuk masuk ke rumah orang non-Yahudi. Kelihatannya, dia juga tampaknya tak merasa perlu merepotkan Yesus.
Dia juga merasa tidak layak datang kepada Yesus atau menerima Yesus di rumah-Nya. Meski Para Tua-tua itu mengganggap dia layak ditolong, Sang Perwira memahami ketidaklayakkannya. Oleh karena itu, dia juga tidak merasa perlu menyaksikan bagaimana Yesus menyembuhkan hambanya dengan mata kepalanya sendiri. Dia percaya bahwa Yesus sanggup melakukannya, kalau Dia mau. Inilah iman.
Sikap Sang Perwira sungguh unik. Ketika banyak orang merasa layak ditolong Allah, dia malah menganggap dirinya tidak layak sama sekali. Tuhan Yesus pun heran dengan kenyataan ini, hingga berkata: ”Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!” (Luk. 7:9).
Sejatinya, kisah ini bukan hanya kisah penyembuhan, tetapi lebih tepat kisah iman. Dan sesungguhnya, tak seorang di dunia ini yang dapat merasa diri layak ditolong Allah.
Menjadi Perantara
Apa yang kita bisa pelajari dari kisah ini? Pertama, dalam diri setiap orang terdapat benih keagamaan. Bagaimanapun, manusia dicipta menurut gambar Allah; dan gambar itu tidak sepenuhnya rusak karena dosa. Sehingga kerinduan akan Allah merupakan hal yang lumrah dalam diri manusia.
Oleh karena itu, kedua, kita perlu belajar dari Tua-tua itu untuk menjadi perantara perwira tersebut dengan Kristus. Apa jadinya, jika Para Tua-tua itu menolak permintaan perwira tersebut? Tentu, Sang Perwira tak mengalami kasih Kristus.
Dengan kata lain, kita harus siap menjadi media antara manusia dan Kristus. Yang perlu dikembangkan di sini adalah kita harus mampu mengenal kedua belah pihak. Tanpa itu, mustahil kita bisa menjadi media antara manusia dan Kristus.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Pemberontak Suriah: Kami Tak Mencari Konflik, Israel Tak Pun...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Pemimpin kelompok pemberontak Islamis Suriah, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), ...