Insiden Tolikara Disesalkan, Komunikasi Harus Lebih Baik
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Presiden Jusuf Kalla menyesalkan konflik antarkelompok warga di Kabupaten Tolikara, Papua, Jumat pagi, bertepatan dengan Idul Fitri 1436 Hijriyah.
“Kejadian di Tolikara itu kita menyesalkan. Saya yakin bahwa kepolisian dan pimpinan setempat dapat menyelesaikan dengan baik,” kata Wapres Kalla di sela acara “open house” di Istana Wapres Jakarta, Jumat (17/7).
Berdasarkan laporan yang diterimanya, Wapres Kalla menjelaskan sumber persoalan bermula dari salah paham antarkelompok agama di daerah itu.
“Ya kebetulan ada dua acara yang berdekatan, ada acara Idul Fitri dan ada pertemuan pemuka masyarakat gereja di sana. Memang asal muasalnya soal 'speaker' (pengeras suara, red.), jadi mungkin butuh komunikasi lebih baik lagi untuk acara-acara seperti itu,” katanya.
Terkait akan kejadian tersebut, Wapres mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk saling menghormati dan memahami satu sama lain, khususnya dalam kehidupan beragama.
Warga diminta untuk dapat menahan diri dalam menyelesaikan perbedaan-perbedaan yang ada di sekitar.
“Mestinya kedua-duanya menahan diri, masyarakat yang punya acara keagamaan lain harus saling memahami. Ini ada dua kepentingan yang bertepatan, satu Idul Fitri, satu lagi karena 'speaker', jadi saling bertabrakan,” katanya.
Wapres pun telah menginstruksikan kepada pihak Kepolisian RI dan pimpinan kelompok adat setempat supaya menyelesaikan persoalan tersebut.
Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Badrodin Haiti, sesuai menghadiri open house, di Istana Wakil Presiden, menjelaskan situasi dan kondisi di Papua pascaperistiwa tersebut sudah ditangani dan tidak memerlukan penambahan pasukan.
AAUI
Sebanyak 33 orang tokoh Muslim yang tergabung dalam Presidium Aliansi Alim Ulama Indonesia (AAUI) di Jakarta, Jumat, menyampaikan pernyataan bersama atas insiden di Karubaga, ibu kota Kabupaten Tolikara, Papua.
Presidium AAUI mengimbau kepada tokoh-tokoh Islam, Kristen dan agama-agama lain, agar mengedepankan kerukunan antarumat beragama dan menjaga toleransi beragama, dalam rangka menjaga keutuhan bangsa Indonesia yang beradab dan berkemanusiaan.
Presidium AAUI menyesalkan yang sedalam-dalamnya insiden yang meretakkan kerukunan umat beragama di Indonesia.
Mereka juga mengutuk keras kelompok penyerang yang telah melanggar hukum dan prinsip-prinsip toleransi di negeri ini, apalagi, dengan makin besarnya toleransi yang diberikan oleh kaum Muslimin.
Presidium AAUI mendesak aparat Kepolisian Indonesia segera menangkap para pelakunya dan memproses mereka secara hukum dengan secepat-cepatnya.
Mereka mengimbau para tokoh Muslim agar menenangkan dan mengontrol umat dan anggotanya untuk tidak melakukan tindakan pembalasan.
GP Ansor
Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Nusron Wahid mengecam keras pertikaian antarkelompok di Kabupaten Tolikara, Papua, karena kebebasan beragama dijamin UUD 45.
“Kebebasan beragama dan menjalankan ibadah dijamin oleh konstitusi negara ini. Siapa pun dan atas nama apa pun tidak boleh ada yang mengganggu, apalagi sampai membakar tempat ibadah,” kata Nusron Wahid, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat.
Selain musala, beberapa kios dan rumah warga juga dibakar oleh pelaku tak bertanggung jawab tersebut.
“Polisi harus mengusut tuntas aksi tersebut agar tidak melebar ke konflik dan kerusuhan yang mengatasnamakan agama,” kata Nusron.
Sekelompok orang tak dikenal membakar musala di Tolikara ketika jemaah di dalamnya bersiap Salat Idul Fitri. Atas kejadian itu, warga yang hendak melakukan Salat Id di Lapangan Koramil Tolikara terpaksa membubarkan diri karena takut menjadi sasaran amuk massa.
Menurut Nusron, meski peristiwa itu tidak memakan korban jiwa maupun korban luka, sangat nyata tindakan itu melukai kehidupan umat beragama.
Untuk itulah, meskipun kondisinya saat ini sudah kondusif, aparat keamanan harus mengusut pelaku untuk mempertanggungjawabkannya di hadapan hukum.
“Jangan sampai ini meluas menjadi konflik agama. Hukum harus ditegakkan, dan negara wajib menjamin warganya dalam menjalankan ibadah,” ujar Nusron yang juga menjadi Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI).
Nusron mengatakan kasus pembakaran musala serta beberapa kios dan rumah harusnya tidak terjadi. Apalagi, saat ini sedang momentum Lebaran yang harusnya saling memaafkan. Oleh karena itu, dirinya menilai tindakan tersebut sebagai perbuatan yang tidak bisa ditoleransi.
“Sungguh mengusik rasa ketenangan sebagai sebuah bangsa,” katanya.
Atas kasus tersebut, Nusron melihatnya sebagai pembelajaran bagi bangsa Indonesia, bahwa tidak ada tirani minoritas dan diktator mayoritas. Yang mayoritas, kata dia, tidak boleh semena-mena.
“Harus ada empati. Yang di basis Islam mayoritas Muslim tidak boleh sewenang-wenang, juga non-Muslim yang mayoritas di basisnya jangan semena-mena,” kata Nusron.
MUI
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin, menyerukan seluruh umat Islam di Kabupaten Tolikara, Papua, menahan diri atas kekerasan massa yang bertepatan dengan Idul Fitri 1 Syawal 1436 H di daerah itu.
“Tidak perlu membalas, tunjukkan bahwa kita adalah umat yang toleran,” kata dia, di Jakarta, Jumat, menanggapi konflik antarkelompok warga di Karubaga, ibu kota Kabupaten Tolikara, Papua.
Syamsuddin meminta Kepolisian Indonesia untuk mengusut dan menindak para pelakunya sesuai hukum.
Din menyatakan sungguh sangat disesalkan karena di tengah upaya membangun toleransi antarumat beragama, ternyata masih ada kelompok yang intoleran bahkan dengan menebar benci dan aksi kekerasan pada hari suci umat agama lain. (Ant)
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...