IPT Kecam Serangan Kelompok Intoleran Atas YPKP65 di Cianjur
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris International Poeple's Tribunal 1965 (IPT1965), Reza Muharam, mengecam keras aksi penyerangan dan pembubaran atas pertemuan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966(YPKP65). Penyerang tersebut adalah, Pemuda Pancasila dan Forum Komunikasi Masyarakat Cianjur.
"Meminta pihak kepolisian sebagai pengayom masyarakat menjalankan tugas sebagaimana diperintahkan oleh Undang-Undang Kepolisian dan mentaati Konstitusi serta melindungi setiap warga negara khususnya para korban kejahatan HAM berat 1965 dan keluarganya dari segala bentuk kekerasan dan ancaman kekerasan dari pihak manapun," kata Reza di kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, hari Jumat (15/4).
Selain itu, kata Reza IPT 1965 menuntut pihak kepolisian dan kejaksaan agar segera menindak tegas kelompok-kelompok intoleran yang kini aktif melakukan teror kepada korban kejahatan HAM berat 1965.
"Tuntutan kami ini sejalan dengan instruksi yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo dibelakangan ini, agar aparat keamanan mapun bersikap tegas terhadap kelompok-kelompok intoleran," kata dia.
IPT 1965, lanjut Reza menuntut Menkopolhukan Luhut Panjaitan agar dapat meralisasikan janjinya untuk tidak ada lagi pembubaran diskusi dengan mengintruksikan kepada Kapolri, Menteri Pertahan dan Panglima TNI untuk dapat mengendalikan bawahanya agar tidak melakukan operasi-operasi yang tidak perlu yang bahkan mengurangi hak konstitusional warga negara.
"Menkopolhukan agar dapat meralisasikan janjinya untuk tidak ada lagi pembubaran diskusi dengan menginstruksikan kepada Kapolri, Menteri Pertahan dan Panglima TNI," kata dia.
Kronologis Peristiwa
Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966(YPKP65) Bejo Untung mengatakan, YPKP 65 tellah jauh hari merencanakan pertemuan dalam rangka untuk menyatukan pendapat korban-korban 65.
"YPKP 65 mengagas apa yang kami sebut wisata loka karya, selain melakukan wisata, YPKP 65 kami berdiskusi terkait pelanggaran HAM berat tahun 1965. Terlebih lagi kegiatan dilakukan untuk menyikapi rencanan pemerintah melalui Menkopolhukam dan Watimmpres pada acara simposium tanggal 18-19 April di hotel Arya Duta.65," kata Bejo di Kantor LBH Jakarta.
Untuk itu, kata Bejo akan menjadi rekomendasi untuk Joko Widodo terkait pelanggaran HAM berat 65 karena itu simposium ini penting, YPKP perlu menyatukan suara atau langkah, agra tidak simpang siur.
Bejo berpendapat satu hari sebelum hari-H untuk melakukan diskusi pihak memberikan surat ke RT, RW, Kapolsek Pacet, Kapolres Cianjur dalam mekanisme itu tidak ada masalah, lanjut Bejo ini bentuk antisipasi kalau ada rencana pembubaran dari kelompok tertentu atau aparat pihaknya sudah memegang surat pemberitahuan.
Namun, kata Bejo tiba-tiba pada pagi hari 14 April 2016, sebelum tiba dilokasi, YPKP 65 mendapatkan informasi sudah banyak berkeliaran TNI dan Polisi dalam rangka untuk menamankan lokasi.
"Sekitar pukul 14.00-15.00, begitu tiba di sana, tidak ada konstelasi massa, tapi ternyata setelah 1-2 jam, massa mulai berdatangan ke lokasi kegiatan, dan pihak Polisi mengatakan akan ada lima ribu massa yang akan datang, dalam pengamatan terlihat seribu orang, ada 1 orang ustad yang mengawal, pakai topi putih," kata dia.
"Kedatangan ormas ini menolak diadakan wisata loka karya, mereka mengatak sangat keberatan. Semakin malam makin banyak, Pemilik wisam ketakukan dan akhirnya memutuskan menghentikan acara karena di teror ormas, Polisi sudah menjamin keamanan namun pemilik wisma tidak mau mengambil resiko, maka acara diskusi dibatalkan," dia menambahkan.
Sebelumnyanya, kata Bejo pihak wisma mengatakan akan mendukung apabila pihak polisi menjamin, namun karena teror ormas maka batal. YPKP memperbolehkan mereka (para ormas) datang dan mendengarkan diskusi yang dilakukan oleh YPKP.
"Kami mempersilakan FPI dan kelompok ormas ini mendengarkan apa yang kami bicarakan. Salah satu ustad Dadang meminta maaf atas kejadian yang ada. Kami melihat sebetulnya dari hati kecil mereka, mereka tidak ingin melakukan ini dan demo, kita merasa ada permainan atau rekayasa. Dan YPKP memutuskan untuk pindak ke LBH Jakarta," kata dia.
Bejo mengatakan, swaktu pulang kiri dan kakan jalan, banyak terdapat Brimob dan TNI dari Kodim dan Koramil serta ormas meneriakkan Allahuakbar.
"Pihak polisi, berdasarkan keterangan Polres ada lima ribu untuk membentengi ormas-ormas tadi, dari FPI, Pemuda Pancasila dan Forum Komunikasi Masyarakat Cianjur," kata dia.
"Saya yakin ini rekayasa, karena kompleks ini jauh dari pemukiman, jauh dari penduduk, karena ini area wisata, tidak ada masyarakat, tapi mereka berdatangan, akhirnya kami meninggalkan tempat dengan dikawal oleh polisi, Mobil bis juga dikawal oleh polisi. Kami sangat kecewa, ini bentuk kegagalan negara menjamin rasa aman kami, kepada warga negaranya, karena kmi seharusnya rapat, seharusnya diskusi, seharus berwisata, namun batal karena pemilik wisma ketakutan akibat teror," kata dia.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...