ISIS Usir Warga Kristen dari Mosul, Irak
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM - Negara Islam atau dikenal juga Islam Sate of Iraq and Syria (ISIS) pada hari Minggu menyatakan bertanggung jawab atas pemboman mematikan di ibu kota Irak, Baghdad. Mereka mentargetkan warga Kristen yang telah melarikan diri dari Mosul, akibat kehilangan rumah, ancaman dan nasib yan tidak menentu di sana.
Pengungsian dari komunitas Kristen yang telah berabad-abad di sana akibat serangan jihadis yang menguasai kota kedua Irak. Hal itu menyerukan solidaritas dan janji bantuan dari mantan tetangga mereka dari Islam Sunni dan para pemimpin Syiah.
Dalam pernyataan yang dimuat di situs jihad, Negara Islam (ISIS) itu memuji dua pejuang mereka yang berkebangsaan Jerman dan Suriah , yang telah melakukan serangkaian ledakan yang membunuh 24 orang di Baghdad pada hari Sabtu (19/7).
"Dua ksatria Islam dan pahlawan kekhalifahan, Abu Qaqa al-Almani dan Abu Abdulrahman al-Shami, menghancurkan pos-pos pemeriksaan "yang dijaga oleh tentara, polisi dan sekutu milisi Syiah,” kata pernyataan itu.
Serangan bom yang berkelanjutan dan mematikan di Baghdad terjadi sejak ISIS menaklukkan sebagian besar wilayah itu bulan lalu, dan memperburuk ketegangan sektarian dan mendorong Irak ke ambang perpecahan.
Ultimatum pada Kristen
Pengusiran orang Kristen dari Mosul menjadi perpindahan massal terbaru dalam tahun-tahun kekerasan yang telah mewarnai ulang kehidupan Irak dengan peta konflik etno-sektarian.
"Kami tidak tahu apa yang akan kami lakukan atau apa yang akan terjadi pada kami. Apakah kami akan pernah kembali ke rumah kami? Apakah pemerintah membersihkan kota dari teroris?" tanya Umm Ziyad, 35 tahun.
Dia melarikan diri Mosul pada hari Jumat (18/7) dengan keempat anaknya dan sekarang menumpang di rumah yang masih dalam perbaikan bersama beberapa keluarga pengungsi lainnya di kota Kristen Qaraqosh, 32 kilometer di timur Mosul.
Menurut seorang pendeta, beberapa ribu orang Kristen melarikan diri Mosul pada hari Jumat (18/7) dan hari Sabtu (19/7) menyusul ultimatum oleh penguasa baru kotaitu untuk pindah agama, membayar pajak khusus, meninggalkan kota atau menghadapi eksekusi.
Patriark Kasdim Louis Sako mengatakan, masih ada sekitar 35.000 orang Kristen di kota itu sebelum ISIS melancarkan serangan pembersihan pada 9 Juni, dan menyatakan khilafah serta membuat Mosul Irak basis utama mereka.
Dia mengatakan semua telah meninggalkan kota pada saat ultimatum terakhir pada Sabtu (19/7) siang. Sebagian besar orang Kristen yang memutuskan untuk tinggal menghadapi nasib fatal. "Saya sudah merasa mati," kata dia kepada AFP.
Bagian Integral Irak
Banyak penduduk Mosul takut untuk berbicara dan dalam tekanan besar yang hamper tidak mungkin memiliki akses pada media massa, tapi warga dari Muslim Sunni di kota telah menyuarakan simpati bagi mantan tetangga Kristen mereka.
"Kami menganggap itu tidak adil dan bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam," kata seorang warga Mosul kepada AFP melalui telepon.
"Kristen telah tinggal di Mosul selama lebih dari 1.000 tahun dan sebagian besar dari mereka adalah orang-orang top, dokter, insinyur dan seniman kepergian mereka adalah kerugian besar bagi Mosul," kata dia.
Perdana Menteri Irak, Nuri al-Maliki, dalam sebuah pernyataan mengutuk pengusiran orang Kristen Mosul dan mendesak dunia untuk bersatu melawan jihadis Sunni (ISIS).
ISIS disebutkan menjadi ancaman bagi kelompok agama minoritas di wilayah " yang sebelumnya mengungkapkan tanpa keraguan siifat kriminal dan teroris kelompok ini, dan bahaya yang diwakilinya melawan kemanusiaan dan warisan berabad-abad," kata dia.
Para pemimpin politik di kota-kota suci Syiah, Karbala dan Najaf, keduanya telah kepayahan di bawah beban pengungsi Syiah yang terpaksa meninggalkan rumah mereka selama enam pekan terakhir dari pertempuran, namun mereka juga membuka pintu mereka untuk orang-orang Kristen yang mengungsi.
Ahmed Chalabi, politisi Syiah terkemuka yang dipandang sebagai salah satu penantang utama Maliki untuk menjadi perdana menteri, berpendapat bahwa pemerintah yang harus disalahkan untuk krisis terburuk di negara itu dalam beberapa tahun.
"Kristen Irak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rakyat Irak dan telah hadir di negeri ini selama lebih dari 1.600 tahun," kata dia dalam sebuah pernyataan.
"Pemerintah Irak saat ini telah gagal dalam tugasnya untuk melindungi warga Irak," kata dia, dan mendesak parlemen untuk segera memilih presiden baru dan membentuk pemerintahan yang mampu menyelamatkan integritas Irak. (AFP)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...