Islam di Indonesia Harus Ada Sampai Kiamat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap agama Islam di Indonesia dapat berusia berabad-abad, terus ada sampai kiamat.
Menurutnya bagaimana nilai-nilai Islam yang rahmatanlil alamin dan moderat terus lestari sepanjang masa.
“Islam di Indonesia harus berusia berabad-abad, harus terus ada sampai kiamat,” kata Menag saat membuka Rakernas Jam’iyyatul Qurrrawal-Huffazh Nahdlatul Ulama dan peresmian gedung Al Quran Centre di Pondok Pesantren Al Hikam Depok, Jawa Barat, Jumat (28/11) malam.
Dalam kegiatan ini juga diluncurkan kembali metode Baghdadiyah, metode membaca Al Quran yang telah teruji dari masa ke masa.
“Tadi disebutkan metode Baghdadiyah, saya awam ilmu Al Quran, tapi yang terbayang dalam pikiran saya itu kota Baghdad,” kata Menag.
Baghdad, kata Menag, merupakan pusat peradaban dunia di awal abad ke 8, sebagai kota yang maju di masa Dinasti Abbasiyah, sehingga dunia berkiblat pada Baghdad.
“Kita kenal Khalifah Harun Al-Rasyid, kisah 1001 malam, betapa terbayang peradaban sudah maju. Tapi hanya 500 tahun, karena pada abad 13 datang pasukan Mongol menyerbu dan menghancurkan Baghdad,” kata dia.
“Pada saat saya sebagai Wakil Ketua MPR datang ke Baghdad, sedih rasanya. Suasana kini sangat mencekam, begitulah Irak, termasuk Baghdad, padahal sejarah mencatat luarbiasa,” kata dia.
Karena itu lanjut dia, sekarang pun membayangkan peradaban Islam di Indonesia kira-kira bisa bertahan lama atau tidak? Padahal Islam di Tanah Air dengan pondasi dasar sebagai Islam ahlu sunnah wal jamaah sudah jadi perhatian dunia.
“Bagaimana hubungan Islam dengan negara, Islam yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, mereka tidak menoleh pada Timur Tengah tapi melihat ke Indonesia. Pertanyaannya, sampai berapa lama kita bisa menjaga yang pondasi dasarnya sudah diletakkan pendahulu kita,” ujar dia.
Menag mengatakan, Islam adalah agama rahmatan lilalamin. Agama yang mengajarkan kepada umatnya agar bersikap tawassut (moderat),tawazun (berimbang), tasamuh (toleran), dan i’tidal (tegak lurus). Karena itu paham radikalisme bukan merupakan ciri ajaran Islam.
“Kalau saya shalat Jumat di beberapa perkantoran agak miris, mudah sekali (khotib) menafsirkan ayat, sehingga yang lain dijadikan lawan,” kata menag.
Karena itu, Menag mengimbau Jam’iyyatul Qurrrawal-Huffazh tidak hanya mengembangkan tilawah dan qiroah, tapi lebih serius melakukan studi Al Quran atau Ulumul Quran seperti membahas ayat-ayat jihad. Melakukan penafsiran ayat-ayat kauniyah secara terstruktur dan sistematis, serta melakukan kajian mendalam, lalu diseminasikan atau disebarkan.
“Kemenag akan memberi perhatian khusus terhadap studi Al Quran atau Ulumul Quran untuk kepentingan generasi bangsa di masa depan, karena belum ada pusat kajian Islam tersebut,” kata Menag.
Hadir dalam kesempatan ini seperti, pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam KH Hasyim Muzadi, Ketua Jam’iyyatul Qurrra wal-Huffazh KH Muhaimin Zen, Rektor InstitutIlmu Al-Quran (IIQ) KH Ahsin Sakho Muhammad, Menteri Sosial Khofifah Indarparawansa, Staf Ahli Menag Abdul Fatah dan Kepala Pusat Pinmas Rudi Subiyantoro. (kemenag.go.id)
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...