Jehova Jireh
Kemiskinan bagi kalangan tertentu dianggap memalukan, dicap tidak diberkati alias kutukan.
SATUHARAPAN.COM – Baru-baru ini ada berita yang cukup menggelikan bagi saya. Apakah Anda sempat membacanya? Konon berita itu memicu kontroversi.
Bagi sebagian pembaca, mungkin berita itu terdengar keren dan membanggakan. Bagaimana tidak? Bayangkan saja, kalau Anda punya pemimpin gereja dengan bangga meminta jemaatnya membelikan pesawat pribadi seharga US$ 54 juta atau setara 750 milyar rupiah. Alasannya terlihat sangat alkitabiah: untuk kebutuhan penginjilan. Saya pikir Sang Pendeta pasti punya alasan kuat atas permintaannya itu.
Sebenarnya saya ingin bertemu sang pengkhotbah. Tentu bukan untuk minta selfie bareng. Saya hanya ingin menanyakan mengapa dia begitu berani dan bahkan sangat yakin jemaatnya mampu memenuhi permintaan prestisius itu.
Karena sampai sekarang tidak bisa bertemu, maka saya hanya bisa menduga-duga alasannya. Pertama, mungkin dia sangat familiar dengan istilah Jehova Jireh ’Tuhan yang Menyediakan’. Bisa jadi dia sangat berpegang pada perkataan Yesus Kristus dalam Lukas 11:9: ”…mintalah, maka akan diberikan kepadamu.”
Oh, kalau soal itu saya sangat sependapat. Saya bahkan punya pegangan ayat yang lebih sip: ”... mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya” (Yoh. 15:7). Bagaimana tidak sip, wong minta apa saja bisa kok, apalagi kalau hanya minta pesawat.
Masalahnya saya masih tidak terlalu berani. Mengapa? Yohanes 15:7 seutuhnya berbunyi: ”Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya”.
Nah! Prasyarat itu yang membuat saya ragu meminta apa saja, sak’penak’e dewe. Masih merasa belum sepenuhnya hidup dalam Firman-Nya. Apalagi kalau teringat teguran keras penulis Surat Yakobus ”Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu” (Yak. 4:3).
Kedua, bisa jadi Sang Pendeta sangat yakin akan kemampuan finansial jemaatnya. Mungkin saja mengumpulkan uang ratusan milyar tidak seberapa sulit bagi anggota jemaatnya yang mungkin kaya raya. Kemiskinan bagi kalangan tertentu memang dianggap memalukan, dicap tidak diberkati alias kutukan. Karena itu, jangan heran kalau warga jemaatnya berlaku seperti orang kaya.
Saya jadi ingat cerita Pdt. Bigman Sirait yang sempat mengamati beberapa hamba Tuhan yang bersusah payah kredit di bank agar bisa membeli mobil baru. Karena dengan mobil baru akan terlihat lebih diberkati. Terngiang juga di benak saya saat mendengar keluhan sekelompok ibu-ibu petani miskin kampung. Mereka terpaksa harus mengisi begitu banyaknya amplop yang diedarkan. Alasannya mereka malu dengan para penatua dan syamas kalau amplop dikembalikan kosong.
Kalau untuk alasan di atas, saya hanya bisa prihatin dan berdoa. Semoga kita semua menjadi lebih bijaksana untuk hidup di dunia yang sementara ini.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor: Yoel M. Indrasmoro
Rubrik ini didukung oleh PT Petrafon (www.petrafon.com)
Kekerasan Sektarian di Suriah Tidak Sehebat Yang Dikhawatirk...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penggulingan Bashar al Assad telah memunculkan harapan sementara bahwa war...