LBH APIK: Agenda Prolegnas Pro Perempuan, Payung Hukum
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), Ratna Batara Munti menyatakan bahwa Agenda Prolegnas Pro Perempuan 2015-2019 merupakan payung hukum bagi perempuan.
“Salah satu upaya konkret negara dalam penghapusan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan adalah melalui payung hukum yang mampu melindungi dan memberikan akses bagi perempuan. Salah satunya melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) oleh DPR RI dan pemerintah,” kata Ratna Batara Munti, Direktur LBH APIK dalam diskusi “Mendorong Agenda Prolegnas Pro Perempuan 2015-2019” yang diselenggarakan di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, Rabu (20/8).
Menurutnya, upaya ini sejalan dengan UUD 1945 sebagai konstitusi yang telah memandatkan bahwa negara wajib melakukan berbagai langkah dan upaya untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap warga negara, tak terkecuali perempuan.
Tidak hanya dalam bidang hukum dan pemerintahan, diskriminasi juga harus dihapuskan dari semua bidang kehidupan. Hanya dengan upaya penghapusan diskriminasi itulah maka tujuan mewujudkan negara yang sejahtera, adil, makmur dan berdaulat dapat terwujud.
Prolegnas adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-undang yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis. Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh Badan Legislasi. Sedangkan penyusunan Prolegnas di lingkungan pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri. Prolegnas DPR ditetapkan dalam rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat dengan memuat program pembentukan pokok materi yang akan diatur yang meliputi latar belakang dan tujuan penyusunan, sasaran yang akan diwujudkan, pokok-pokok pikiran, lingkup atau obyek yang akan diatur dan jangakuan dan arah pengaturan.
Menurut Ratna, prolegnas pada pemerintah dan DPR penting untuk didorong bersama karena menjadi bagian penting untuk memperjuangkan hak-hak perempuan karena upaya mewujudkan kebijakan ini selama hampir lima tahun lalu periode 2009-2014 dinilai gagal.
“Misalnya RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Kesetaraan dan Keadilan Jender, RUU KUHAP dan RUU KUHP yang hingga kini tidak selesai,” tambahnya.
Dia berharap dalam diskusi kali ini dengan mengundang beberapa organisasi yang intens mengawal legislasi seperti LBH APIK, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) , Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) dan Komnas Perempuan dapat mensosialisasikan program legislasi perempuan, menentukan strategi bersama dalam mendorong RUU yang terkait dengan perlindungan perempuan masuk dalam Program Legislasi Nasional 2015-2019 dan menjadikannya sebagai agenda perjuangan bersama.
Terhadap pemerintah, Ratna juga berharap dalam beberapa puluh hari masa kerjanya yang masih tersisa, DPR masih dapat menyelesaikan tugas mereka yang tersisa terkait dengan isu perempuan. Menurutnya, ini sangat penting agar merkea meninggalkan kebijakan yang berupa undang-undang yang strategis berpihak pada perempuan dan korban serta memiliki perspektif kesetaraan, keadilan dan penghormatan atas hak asasi manusia.
Selain itu perlu dipastikan agar beberapa agenda legislasi yang masih tertunda pembahasannya di periode ini tetap menjadi agenda yang akan diperjuangkan dalam masa bakti anggota DPR baru periode 2014-2019 mendatang.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...