Melanjutkan Pekerjaan Yesus
Kemuliaan Allah—itulah muara dari semua pekerjaan Yesus!
Pada Minggu Transfigurasi (15 Februari 2015) marilah kita sungguh bertanya: ”Apakah artinya kemuliaan Kristus dalam hidup kita sebagai Kristen?”
Kisah transfigurasi (Mrk. 9:2-9) tidak disaksikan banyak orang. Yesus hanya mengajak Petrus, Yakobus, Yohanes. Mereka orang pilihan. Mengapa terpilih? Hanya Sang Guru yang bisa menjawabnya. Itu prerogatif-Nya. Dan itu merupakan anugerah, terutama bagi Simon Petrus.
Bukankah enam hari sebelumnya, Petrus dimarahi Yesus (Mrk. 8:31-33)? Tak sekadar dimarahi, tetapi disebut ”Iblis”. Yesus menyebut Petrus demikian karena Sang Murid telah menggunakan pola pikirnya sendiri, yang memang bertentangan dengan kehendak Allah. Dan segala yang bertentangan dengan kehendak Allah disebut Iblis.
Namun, Yesus membawa Petrus ke gunung itu untuk menyaksikan kemuliaan diri-Nya. Kelihatannya, Yesus sungguh-sungguh mengasihi Petrus. Bagi Yesus kesalahan bukanlah aib. Aib adalah ketika seseorang berbuat salah, namun tidak mau mengakuinya.
Kisah Yesus mengajak ketiga murid-Nya mirip kisah Elia dan Elisa (2Raj. 2:1-12). Elisa sungguh-sungguh merasa dirinya sebagai orang pilihan. Agaknya, itu juga yang membuat Elisa bersikeras—bahkan bersumpah—untuk terus mendampingi Elia.
Meski harus mengiringi Elia dari Gilgal ke Betel, lalu ke Yerikho, dan kemudian ke Sungai Yordan, Elisa tetap mendampingi Elia. Mengapa Elisa melakukannya? Sebab Elisa menganggap gurunya orang penting.
Sehingga ketika Elia bergerak, Elisa pun bergerak. Dia ingin terus melayani Sang Guru. Pada titik ini Elisa senantiasa ingin memprioritaskan Elia. Ketika Elia bertanya kepada Elisa mengenai keinginannya, Sang Murid hanya berkata, ”Biarlah kiranya aku mendapat dua bagian dari rohmu” (2Raj. 2:9). Elisa minta warisan yang biasanya diberikan secara hukum kepada putra sulung (lih. Ul. 21:17).
Dengan permintaan itu agaknya Elisa ingin selalu memuliakan Elia, Elisa tetap memprioritaskan Elia. Elisa mau melanjutkan pelayanan yang telah dilakukan Sang Guru. Dia tidak merasa lebih hebat dari gurunya. Tidak. Dia ingin memuliakan gurunya dengan jalan melanjutkan pekerjaan-Nya.
Itu jugalah yang semestinya dilakukan para murid Yesus abad XXI. Jika kita merayakan peristiwa ”Yesus dimuliakan di atas gunung”, maka menjadi panggilan kita pula untuk terus memuliakan-Nya. Dan itu hanya akan terjadi ketika Saudara dan saya sungguh-sungguh melanjutkan pekerjaan Yesus di bumi ini.
Caranya? Paulus punya nasihat jitu: ”Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah” (1Kor. 10:31). Kemuliaan Allah—itulah muara dari semua pekerjaan Yesus!
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...