Negara G8 Memburu Pengemplang Pajak
LOUGH ERNE, SATUHARAPAN.COM - Negara-negara anggota G8 yang merupakan bagian penting pemimpin ekonomi duania menyepakati untuk memburu para penghindar pajak, dan menekan pencucian uang. Masalah penghindaran pajak dan pencucian uang oleh perusahaan besar dan pemilik kapital telah menjadi masalah ekonomi global. Organisasi seperi Oxfam bahkan menyebutnya sebagai skandal yang memalukan.
Para pemimpin anggota G8 dalam pertemuan di Irlandia Utara telah menyepakati langkah-langkah baru untuk menekan pelaku pencucian uang, dan perilaku wajib pajak perorangan dan perusahaan yang menghindar dari kewajiban membayar pajak. Apa yang akan dilakukan oleh negara-negara pemimpin ekonomi dunia ini?
Satuharapan.com pada Mei lalu memberitakan temuan Oxfam tentang para pengemplang pajak. Sedikitnya US$ 18,5 triliun dana disembunyikan oleh orang-orang kaya agar bebas pajak di seluruh dunia. Hal itu merugikan sekitar US$ 156 miliar atau sekitar Rp1.404 triliun pendapatan pajak.
Menurut Laporan yang dikeluarkan badan bantuan Oxfam, Rabu (22/5), uang yang hilang tersebut setara dengan dua kali jumlah dana yang diperlukan untuk setiap orang di dunia untuk hidup dalam ambang batas kemiskinan ekstrem sebesar US$ 1,25 per hari atau sekitar Rp 12.000 per hari.
Kevin Roussel dari Oxfam mengatakan, "Hal ini merupakan skandal yang memalukan. Ada begitu banyak uang yang disimpan tanpa pajak, dan membiarkan orang-orang paling mampu lolos dari keharusan membayar pajak barang dan jasa. Sementara banyak pemerintah mengaku tidak memiliki pilihan lain, kecuali memotong belanja publik dan bantuan pembangunan. Kami menemukan ada cukup potensi pajak yang bisa didapat dari uang yang disembunyikan untuk mengakhiri kemiskinan ekstrim dunia sebesar dua kali lipat.”
Oxfam telah menemukan bahwa dua pertiga dari kekayaan yang di simpan di luar negeri lebih dari US$ 12 triliun tersembunyi di Uni Eropa bebas dari pajak, seperti Luksemburg, Andorra atau Malta. Tempat tersebut adalah "surga pajak" yang memfasilitasi kerugian lebih dari US$ 100 miliar pendapatan pajak di seluruh dunia.
Pertukaran Informasi Otomatis
KTT G8 tampanya tersentil oleh laporan tersebut dan berbagi pihak yang terus mengkritisi pemerintah atas perilaku para pengemplang pajak. Mereka akhirnya menyepakati untuk memberi tekanan pada 3 T (tax, trade and tranparency / pajak, perdagangan dan transparansi). Anggota G8 adalah Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Italia, Jerman, Jepang, dan Rusia.
Tentang pajak dan pencucian uang, pemimpin G8 sepakat bahwa perusahaan multinasional harus memberitahu semua otoritas pajak tentang pajak apa yang mereka bayar dan di mana dibayarkan. "Negara harus mengubah aturan yang memungkinkan perusahaan mengalihkan keuntungan mereka melintasi perbatasan negara untuk menghindari pajak," kata komunike yang dikeluarkan dari pertemuan di Lough Erne, Irlandia Utara itu.
Berita yang ditulis oleh bbc.co.uk menyebutkan bahwa hal tersebut diilhami oleh cara-cara di mana beberapa perusahaan besar, termasuk Google, Apple, Starbucks dan Amazon, telah diminimalkan tagihan pajak mereka. Oleh karena itu, upaya mengatasi perilaku ilegal ini, termasuk penggelapan pajak dan pencucian uang, akan ditangani dengan berbagi informasi pajak secara otomatis.
Menjelang pertemuan tingkat tinggi itu, Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), diusulkan untuk berbagi informasi pajak dengan membangun sistem yang akan diatur oleh AS dan lima negara besar Eropa. Namun hal itu dijalankan dalam skala global.
"Pajak internasional akan menjadi fitur yang nyata untuk memastikan bahwa kami mendapatkan pembayaran pajak yang tepat dan adil dan tepat dalam dunia kita," kata Cameron. Dia menyebutkan juga bahwa kesepakatan itu berarti "mereka yang ingin menghindari pajak tidak memiliki tempat untuk bersembunyi."
Informasi yang akan dibagikan akan menyangkut perusahaan sel atau perusahaan bayangan yang bisanya digunakan untuk mengatur wajib pajak menghindari kewajibannya atau mencuci uang.
Upaya mengejar pengemplang pajak ini serius dilakukan oleh G8. Sebelumnya Kanselir George Osborne mengumumkan rencana Inggris untuik membuat daftar perusahaan dan pemiliknya. Gedung Putih juga mengumumkan rencana yang sama bagi AS.
Pekan lalu Inggris meluncurkan kesepakatan dengan Kepulauan Channel, Gibraltar dan Anguilla – untuik memulai berbagi informasi tentang perusahaan asing dan bank tempat menyimpan keuntungan mereka. Wilayah itu dikenal sebagai bagian dari ‘suaka’ pajak lepas pantai, yang digunakan oleh perusahaan multinasional untuk melindungi kas mereka dari otoritas perpajakan.
Perusahaan Pertambangan
Selain itu, negara G8 dalam komunike bersama juga menuntut transparansi dari perusahaan pertambangan. Menurut mereka, banyak perusahaan pertambangan besar menggunakan struktur kepemilikan yang kompleks, seperti di Belanda dan Swiss untuk menghindari pembayaran pajak atas mineral yang mereka ekstraksi di negara berkembang.
"Negara-negara berkembang harus memiliki informasi dan kapasitas untuk mengumpulkan pajak berutang mereka," kata komunike tersebut. "Dan negara-negara lain memiliki kewajiban untuk membantu mereka."
Pemerintah G8 sepakat bahwa perusahaan pertambangan juga harus mengungkapkan semua pembayaran yang mereka lakukan. Mereka menegaskan bahwa "mineral tidak boleh dijarah dari daerah konflik."
"Kami sepakat bahwa perusahaan minyak, gas dan pertambangan harus melaporkan apa yang mereka bayarkan kepada pemerintah, dan pemerintah harus mempublikasikan apa yang mereka terima, sehingga sumber daya alam menjadi berkat dan bukan kutukan," kata Perdana Menteri Inggris, David Cameron, dalam penjelasannya.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...