PBB Desak Pihak Berperang di Sudan Selatan Lindungi Warga
JUBA, SATUHARAPAN.COM – Pejabat urusan kemanusiaan PBB di Sudan Selatan pada Jumat (3/1) memperingatkan, tentara dan pemberontak harus melindungi warga dan pekerja bantuan atau berisiko konflik itu memburuk.
“Semua pihak dalam konflik itu memiliki tanggung jawab menjamin bahwa warga selamat dari perang tersebut, melakukan segala kemungkinan untuk memulihkan ketenangan dan menjamin hukum dan ketertiban ditegakkan,” kata Toby Lanzer, koordinator urusan kemanusiaan PBB.
“Kami mengimbau kepada semua pihak membantu akses badan-badan bantuan kepada warga dan melindungi dan menghormati kegiatan-kegiatan kemanusiaan, para pekerja dan properti sepanjang waktu,” katanya.
Hampir tiga pekan aksi kekerasan memaksa sekitar 200.000 orang meninggalkan rumah-rumah mereka dan ribuan orang tewas “berdampak pada ratusan ribu orang secara tidak langsung,” kata Lanzer dalam satu pernyataan.
Sekitar 57.000 orang mengungsi di pangkalan pasukan pemelihara PBB.
Pasukan perdamaian PBB mengatakan pekan ini “tindakan kejam terus berlangsung” di seluruh negara yang memperoleh kemerdekaan dari Sudan tahun 2011, setelah puluhan tahun perang saudara.
Pasukan PBB melaporkan “pembunuhan di luar hukum terhadap para warga sipil dan tentara yang ditangkap” dan “penemuan banyak mayat” di ibu kota Juba serta kota-kota Bor dan Malakal.
Pengungsi terbesar terdapat di Awerial di Negara Bagian Lakes, tempat sekitar 76.000 orang berada, banyak di antaranya yang melarikan diri dari pertempuran seru di Negara Bagian Jonglei.
Oxfam, yang seperti dengan badan bantuan lain mengerahkan tim khusus untuk menangani permintaan orang-orang yang melarikan diri dari pertempuran, mengatakan pihaknya “mengutuk keras penggunaan tindakan kekerasan terhadap para warga sipil”.
Ketua kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton juga menuntut perlindungan kepada semua warga sipil harus dihormati, dalam satu pernyataan yang disiarkan pada Jumat.
“Saya mendapat laporan tentang pelanggaran hak asasi manusia. Setiap pelanggaran hak asasi manusia akan memikul tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka,” katanya.
Tentara Hampir Rebut Bor
Pemberontak Sudan Selatan mundur saat pihak militer berupaya maju untuk merebut kembali kota penting Bor, tutur pihak militer pada Jumat (3/1), saat pertempuran berkobar meskipun terdapat upaya perdamaian untuk mengakhiri konflik tersebut.
“Kami memiliki cukup pasukan yang akan mengalahkan pemberontak dalam 24 jam,” ujar juru bicara pihak militer Philip Aguer kepada para wartawan.
“Pasukan tersebut – kelompok pemberontak – saat ini sedang bergerak mundur.”
Ribuan orang dikhawatirkan tewas terbunuh dalam pertempuran, antara unit militer yang setia kepada Presiden Salva Kiir melawan aliansi lepas dari pasukan milisi etnis dan komandan militer yang memberontak yang secara nominal dipimpin mantan Wakil Presiden Riek Machar.
Bor merupakan ibu kota dari Negara Bagian Jonglei dan terletak hanya 200 km sebelah utara ibu kota Juba, salah satu wilayah yang paling terpengaruh.
Kota itu berpindah tangan sebanyak tiga kali sejak pertempuran pecah, memaksa ribuan orang mencari tempat perlindungan di pasukan perdamaian PBB yang sangat kewalahan, dan sepuluh ribu orang mengungsi dengan menyeberangi Sungai White Nile yang dipenuhi buaya.
“Saya ragu apakah mereka bisa bermalam di Bor, dan saya pastikan malam ini mereka akan bergerak ke utara Bor,” tambah Aguer.
Sementara itu tim negosiasi pemerintah dan pemberontak berada di sebuah hotel mewah di ibu kota Addis Ababa, Ethiopia, dalam tahap pertama untuk mencoba menyepakati perjanjian gencatan senjata. (AFP/Ant)
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...