Peluncuran Petisi Komnas Hewan di Change.org
JAKARTA, SATUHARAPAN - Dian Paramita dan Aulia Ferizal, pembuat petisi peduli hewan di situs Change.org melanjutkan tuntutannya membentuk Komnnas Pelindungan Hewan lewat petisi change.org/komnashewan. Baru kemarin diluncurkan, petisi change.org/komnashewan saat tulisan ini dilaporkan sudah mendapat dukungan lebih dari 5300 orang. Petisi yang menjadi lanjutan dari petisi change.org/saveKBS dan change.org/papagenk ini resmi diumumkan pada diskusi hari Senin (29/7) di kantor Change.org di Kemang Raya.
Acara diskusi yang bertajuk “Darurat Hewan dan Pembentukan Komnas Hewan” ini dihadiri Wakapolri Nanan Soekarna, Host Program Petualangan TV Swasta Medina Kamil, Intelektual Nahdlatul Ulama (NU) Zuhairi Misrawi, penggagas petisi change.org/saveKBS Dian Paramita, penggagas petisi change.org/papagenk Aulia Ferizal, dan dimoderatori Communication Director Change.org Arief Aziz.
Diskusi itu membedah tema perlindungan hewan dari berbagai dimensi. Misalnya Zuhairi Misrawi mengaitkan petisi Dian Paramita dan Aulia Ferizal ini dengan wacana tentang perlindungan hewan yang sudah banyak berkembang di dunia Islam, terutama negara-negara Timur Tengah. Satu-satunya negara Islam yang sudah memiliki lembaga perlindungan hewan hanyalah Mesir. Paradigma yang berkembang di kalangan Islam di sana menjadikan tema kecintaan terhadap hewan sebagai kecintaan terhadap peradaban manusia. Zuhairi mendorong gerakan ini harus menjadi bagian dari peradaban bangsa dengan melibatkan berbagai pihak, dalam hal ini juga lembaga-lembaga Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Dalam kitab suci Islam sendiri disebutkan ayat-ayat mengenai kasih terhadap hewan. Hal itu yang menjadi landasan bagi para kaum muda terpelajar di dunia Islam. Mereka mencari inspirasi dari al Qur'an bahwa hewan juga disejajarkan dengan manusia. Mereka juga mengembangkan suatu paradigma bahwa darah hewan itu haram, sama dengan manusia. Kecuali hewan yang diperbolehkan dalam Islam untuk dimakan.
Medina Kamil sebagai host program petualangan TV Swasta, membawa pembahasan mengenai interaksi masyarakat dan hewan dari sisi sosial dan kultural. Bagaimana di satu daerah di Sulawesi terdapat perburuan Anoa tiap tahunnya, betapapun Anoa telah menjadi satwa dilindungi. Perburuan semacam ini telah menjadi ritual yang diturunkan ke generasi selanjutnya. Ini menjadi dilema, kata Medina. Di satu sisi media menilai perburuan itu bisa mengikis jumlah hewan yang terancam punah, tapi di sisi lain mereka tak bisa secara gamblang menyuruh menghentikan tradisi tersebut. Butuh kerjasama dengan berbagai pihak untuk merealisasikan usaha perlindungan hewan ini. Penduduk lokal juga harus diajak diskusi mengenai permasalahan ini, karena tak semua paham tentang hal-hal seperti itu.
Sementara Wakapolri Nanan Soekarna yang mengambil perspektif dari penegakan hukum juga melihat masalah ini dari dua sisi. Masalah ini menjadi perhatian internasional. Namun, kata Nanan, jangan hanya mengutamakan kepentingan global. Kearifan lokal juga harus dijaga. Seperti yang telah diberitakan, persoalan kematian gajah Papa Genk ini juga mendapat reaksi dari masyarakat lokal. Pasalnya, penduduk lokal masih menganggap gajah sebagai hama yang mengganggu tanaman sawit.
“Mana yang harus didahulukan, perikemanusiaan atau perikebinatangan? Kita tidak hanya harus menegakkan hukum, tetapi juga menjaga keamanan dan ketertiban. Tidak hanya main tangkap, tapi juga harus memikirkan eksesnya,” jelas Nanan Soekarna.
Nanan Soekarna sendiri setuju tentang pembentukan unit khusus di kepolisian yang menangani kasus penyiksaan hewan. Namun ia berharap, dukungan dari pihak-pihak lain. Ia setuju dengan pembentukan komnas perlindungan hewan, namun ia juga mengingatkan tentang polemik mengenai pembentukan komnas.
Menurut Nanan Soekarna, fungsi lembaga independen itu bisa digantikan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan tindak pidana sesuai perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya. Dalam pelaksanaan penyidikan, PPNS berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri. Hal itu menurutnya dikarenakan Polri tidak mungkin menyelesaikan masalah itu sendirian.
“Dalam satu tahun polsek saya dikasih uang untuk mengerjakan tiga kasus. Padahal setahun bisa 100 kasus, 50 kasus. Ini bukan excuse, tapi kondisinya seperti ini. [Kalau] kasih tugas, kasih sarana, juga kasih anggaran,” terang Nanan Soekarna.
Editor : Yan Chrisna
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...