Pemilu 2014: Jokowi Tak Terbendung, Tetapi Gereja Punya Tugas Besar
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Tahun 2014 akan menjadi tahun transisi yang sangat penting. Bukan saja transisi kepemimpinan nasional, yang menjadi agenda terpenting pemilu mendatang, tetapi juga titik awal masa keemasan. Diperkirakan Indonesia, jika melihat kecenderungan data ekonomi dan sosial yang ada, akan menjadi salah satu dari 5 - 7 kekuatan ekonomi dunia.
Optimisme itu disuarakan Jend. (Pur.) Luhut B. Panjaitan dalam diskusi terbatas mengenai konstelasi politik nasional jelang pemilu 2014 yang diselenggarakan bidang Diakonia-PGI di gedung LAI Kamis (19/09). "Saya yakin pada masa keemasan itu," ujar Luhut, "namun dengan satu syarat: kita membutuhkan pemimpin baru yang memiliki hati, ketegasan, dan dapat menjadi teladan. Dan di situ peran gereja akan ikut menentukan untuk mempersiapkan warga jemaat mengambil peluang yang ada dan memainkan peran konstruktif."
Jenderal purnawiarawan yang kini menjadi pengusaha sukses itu membeberkan banyak data yang mendukung optimismenya. Memang pertumbuhan ekonomi menurun dan kini nilai tukar rupiah merosot drastis, akan tetapi jumlah kelas menengah tinggi (134 juta) dan penduduk yang besar dapat menjadi potensi pasar yang menggiurkan. "Faktor utama nantinya adalah apa yang sering disebut bonus demografis, yakni besarnya mereka yang berusia muda dan dapat menjadi potensi tenaga kerja produktif," ujarnya. "Namun bonus itu juga bisa jadi bumerang, kalau kita gagal mengelolanya."
Optimisme Luhut rupanya banyak mengundang kritik dari para peserta yang memperlihatkan data sebaliknya. Apalagi, seperti diakui Luhut sendiri, memang di Indonesia masalah masih sangat banyak. Tingkat pembangunan yang tidak merata antara Jawa dan non-Jawa, angka kemiskinan yang masih tinggi, tingkat pendidikan mayoritas penduduk (lebih dari 76%) hanya sampai Sekolah Dasar, dstnya. Begitu juga, persoalan korupsi yang sangat kronis, yang menempatkan Indonesia pada peringkat keempat negara terkorup di Asia.
"Saya mengakui persoalan kita masih banyak," ujar Luhut. "Namun rasanya kita tidak perlu berputus asa. Masalahnya terletak pada soal leadership. Yang sangat kita butuhkan sekarang adalah pemimpin yang tegas, tetapi bukan otoriter, memiliki track record yang jelas, dan berani mempertahankan prinsip dasar negara kita, yakni Pancasila dan UUD 1945."
Bagi Luhut, yang selama 12 tahun terakhir mengabdikan diri di Dell Institute, sebuah lembaga pendidikan bertaraf internasional yang ia dirikan di kampung halamannya, konteks sekarang justru menantang gereja untuk memainkan peran konstruktifnya. "Gereja harus memainkan perannya, terutama dalam pendidikan politik warga yang siap berperan dalam masa transisi itu," ujarnya. "Jadi tidak usah terlibat dalam politik praktis, tetapi menyiapkan kader yang dapat memainkan perannya."
Sementara pentas pemilu 2014 sendiri? Kalau dilihat dari hasil-hasil survei, tampaknya Jokowi effect sulit dihadang. "Kalau Jokowi ikut serta dalam pemilu nanti, memang rasanya kita sudah tahu siapa pemenangnya," ujar Luhut sembari tertawa.
Perusahaan Pembuat Ponsel Lipat Pertama Bangkrut
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Royole Technologies, perusahaan yang membuat ponsel lipat pertama di duni...