Peria alias Pare dan Khasiatnya sebagai Antidiabetik
SATUHARAPAN.COM – Orang lebih mengenalnya dengan nama pare, bukan peria, nama resminya seperti dapat dibaca di Kamus Umum Bahasa Indonesia. Kesan yang menempel kuat adalah rasanya yang pahit, yang membuat anak-anak tidak doyan menyantapnya. Namun, popularitasnya sedikit terdongkrak dengan kehadirannya sebagai pelengkap menu siomay, makanan kegemaran remaja.
Di negara-negara Asia Timur, seperti Jepang, Korea, dan Tiongkok, peria sejak lama dimanfaatkan untuk pengobatan. Belakangan para ahli memusatkan perhatian pada khasiatnya sebagai obat diabetes mellitus.
Peria adalah tumbuhan merambat yang berasal dari wilayah Asia tropis, menurut Wikipedia, terutama daerah India bagian barat, yaitu Assam dan Burma. US National Library of Medicine, National Institute of Health, menyebutkan tumbuhan ini juga dijumpai di Afrika Timur dan Amerika Selatan.
Peria memiliki banyak nama lokal. Di daerah Jawa, seperti dikutip dari Wikipedia, tumbuhan ini disebut paria, pare, pare pahit, pepare. Di Sumatera, peria juga dikenal dengan nama prieu, fori, kambeh, selain pepare dan paria. Orang di Nusa Tenggara menyebutnya paya, truwuk, paitap, paliak, pariak, pania, dan pepule, sedangkan di Sulawesi orang menyebutnya poya, pudu, pentu, paria belenggede, atau palia.
Dalam bahasa Inggris, tumbuhan ini dinamakan bitter melon, merujuk pada rasanya yang pahit. Nama ilmiahnya Momordica charantia, Descourt. Momordica yang melekat pada nama binomialnya, menurut Wikipedia, berarti "gigitan" yang menunjukkan pemerian tepi daunnya yang bergerigi menyerupai bekas gigitan.
Selain Momordica charantia, Descourt, peria memiliki beberapa nama ilmiah sinonim, di antaranya Cucumis africanus Lindl, Momordica balsamina Blanco, dan Momordica cylindrica Blanco.
Peria adalah tumbuhan merambat atau memanjat dengan sulur berbentuk spiral, dan banyak bercabang. Daunnya tunggal, berwarna hijau, bertangkai, dan letaknya berseling, berbentuk bulat panjang, dengan pangkal berbentuk jantung.
Bunga merupakan bunga tunggal, berkelamin dua dalam satu pohon, bertangkai panjang, mahkotanya berwarna kuning muda.
Buahnya bulat panjang dan meruncing pada ujungnya, berbintil-bintil tidak beraturan, rasanya pahit, warna buah hijau dan berubah oranye bila masak, lembek, dan pecah. Dr A Seno Sastroamidjojo dalam bukunya, Obat Asli Indonesia (1965) menyebutkan ada tiga macam peria yang dikenal, yakni pare kodok yang buahnya pendek, pare ayam yang buahnya juga pendek, serta pare alas atau pare leuweung. Ada pula yang membagi menjadi peria gajih, peria hijau, dan peria ular.
Kandungan dan Khasiat Obat
Peria adalah tumbuhan anggota suku labu-labuan atau Cucurbitaceae, yang dibudidayakan untuk dimanfaatkan sebagai sayuran maupun bahan pengobatan. Buah peria mengandung albuminoid, karbohidrat, dan pigmen. Daunnya mengandung momordisina, momordina, carantina, resin, dan minyak. Akarnya mengandung asam momordial dan asam oleanolat, sedangkan bijinya mengandung saponin, alkaloid, triterprenoid, dan asam momordial.
Sekalipun rasanya pahit, buah peria biasa diolah sebagai sayur. Selain ditumis biasa, di Jepang, peria diolah menjadi sup, tempura, atau asinan sayuran.
Di negara-negara Asia Timur, seperti Jepang, Korea, dan Tiongkok, peria sejak lama dimanfaatkan untuk pengobatan, antara lain sebagai obat gangguan pencernaan, minuman penambah semangat, obat pencahar, perangsang muntah, obat sakit kuning, obat malaria, hingga daunnya diyakini memperbanyak air susu. Belakangan ekstrak peria dikemas dalam kapsul sebagai obat herbal.
Peria juga mengandung beta-karotena lebih besar daripada brokoli, sehingga berpotensi mencegah timbulnya penyakit kanker dan mengurangi risiko terkena serangan jantung ataupun infeksi virus.
Ekstrak biji selain digunakan sebagai bahan obat, juga dapat digunakan sebagai pembasmi larva alami yang merugikan seperti larva Aedes aegypti yang menyebarkan penyakit demam berdarah dengue.
Sejak zaman dulu pula peria digunakan untuk merawat penderita kencing manis karena terbukti berkhasiat hipoglikemik melalui insulin nabati yang mengurangi kandungan gula dalam darah dan air kencing. Penelitian mengenai khasiat hipoglikemik ini dilakukan William D Torres pada tahun 2004 baik secara in vitro maupun in vivo.
Momordisin, sejenis glukosida yang terkandung dalam peria juga mampu menurunkan kadar gula dalam darah dan membantu pankreas menghasilkan insulin. Efek peria dalam menurunkan gula darah pada kelinci diperkirakan juga serupa dengan mekanisme insulin.
Penemuan peria sebagai antidiabetes ini, seperti dikutip dari Wikipedia, diperkuat oleh hasil penelitian ahli obat Inggris, A Raman dan C Lau pada tahun 1996, yang menyatakan sari dan serbuk kering buah peria menyebabkan pengurangan kadar glukosa dalam darah dan meningkatkan toleransi glukosa.
Sebagai ramuan tradisional, buah peria ditumbuk hingga menghasilkan cairan pahit untuk diminum, atau merebus buah dan daunnya untuk diminum langsung. Sebagai obat diabetes, buah peria juga dapat disajikan sebagai teh karena terbukti tidak memiliki efek samping terhadap sistem pencernaan.
Editor : Sotyati
Kesamaan Persepsi Guru dan Orangtua dapat Cegah Kekerasan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Co-founder Sehat Jiwa Nur Ihsanti Amalia mengatakan, kesamaan persepsi an...