PM Ukraina Mengundurkan Diri Demi Akhiri Kebuntuan
KIEV, SATUHARAPAN.COM - Perdana Menteri (PM) Ukraina Mykola Azarov pada Selasa (28/1) mengundurkan diri dalam upaya mengurangi krisis mematikan di Ukraina selama dua bulan saat para anggota parlemen mulai mengelar sidang istimewa yang ditujukan untuk mengadopsi sejumlah reformasi krusial. Jerman mengapresiasi langkah ini.
“Secara pribadi, saya mengambil keputusan untuk meminta presiden Ukraina menerima pengunduran diri saya sebagai perdana menteri,” kata Azaro dalam sebuah pernyataan.
Azarov menuturkan bahwa ia berharap langkahnya tersebut akan menciptakan sebuah “kemungkinan tambahan untuk kompromi politik guna mengatasi konflik secara damai.”
"Pemerintah telah melakukan segalanya selama ketegangan ini untuk mencapai sebuah resolusi konflik yang damai," katanya, menambahkan bahwa kabinetnya dipaksa untuk bekerja dalam "kondisi ekstrem."
"Untuk hari ini hal yang terpenting adalah menjaga persatuan dan kesatuan Ukraina. Ini jauh lebih penting daripada rencana atau ambisi pribadi. Itulah mengapa saya mengambil keputusan ini," katanya.
UE dan Rusia Berdebat
Para pemimpin Uni Eropa dan Rusia yang mengadakan pertemuan pada Selasa mendebatkan masa depan Ukraina dan Eropa timur, dengan hanya ada sedikit rasa saling percaya dan sedikit indikasi terhadap kesiapan untuk berkompromi.
Presiden Rusia Vladimir Putin akan mengadakan perundingan di Brussels dengan presiden Dewan Eropa Herman Van Rompuy dan kepada Komisi Eropa Jose Manuel Barroso mengenai latar belakang kerusuhan di Ukraina.
“Kita harus menghilangkan keraguan dan pikiran buruk” terhadap Rusia, kata seorang pejabat senior UE, setelah Moskow menekan Ukraina agar membatalkan sebuah perjanjian asosiasi yang dimaksudkan untuk menjadi pusat perhatian strategi Kemitraan Timur Uni Eropa.
“Kami tidak bisa hanya mengadakan pertemuan tinggi biasa,” kata pejabat UE pada Senin, mengatakan harus ada “perundingan langsung... sebuah diskusi strategis, fundamental” mengenai hubungan EU-Rusia.
Pernyataan tersebut merefleksikan kegusaran yang makin meningkat terhadap Moskow, yang menurut analis memainkan peran sepihak (naked power) untuk menggaet kembali negara satelit era Soviet-nya di Eropa timur tersebut.
Pertemuan tinggi pada Selasa di Brussels tersebut dipersingkat menjadi hanya tiga jam, setelah makan malam pada Senin dibatalkan dan formatnya diubah secara drastis menjadi pertemuan para pemimpin grup itu saja, kata narasumber UE.
‘Indikasikan’ Perundingan
Jerman pada Selasa mengatakan pengunduran diri Perdana Menteri Ukraina Mykola Azarov memberikan indikasi kepada oposisi yang bisa membuka jalan untuk perundingan dalam memecahkan krisis politik.
“Saya harap dengan pengunduran diri sang perdana menteri, pemerintah Ukraina mengirimkan sinyal kepada oposisi yang akan berujung pada diskusi lebih lanjut,” kata Menteri Luar Negeri Frank-Walter Steinmeier.
Dia menegaskan kembali bahwa pemerintah Kiev harus mengembalikan atau mengubah undang-undang baru secara signifikan yang membatasi hak oposisi, saat berbicara dalam sebuah konferensi pers di Berlin dengan Menlu Belanda Frans Timmermans.
“Pengunduran diri perdana menteri bisa menjadi langkah awal dalam pencarian kompromi politik,” tambah Steinmeier.
Azarov mengatakan kepada parlemen sebelumnya pada Selasa bahwa dia akan mengundurkan diri sebagai upaya untuk meredakan krisis mematikan di Ukraina dan menjaga kesatuan negaranya setelah tekanan selama berbulan-bulan dari demonstran jalanan terhadap Presiden Viktor Yanukovych.
Cabut UU Antiprotes
Legislator Ukraina pada Selasa mencabut undang-undang antiprotes yang menuai protes dari oposisi, sebagai upaya untuk mengakhiri kebuntuan mematikan yang berlangsung selama dua bulan.
Tepuk tangan meramaikan parlemen termasuk dari bangku oposisi setelah pengambilan suara menghasilkan 361 suara yang mendukung pembatalan itu dan dua suara menentangnya.
UU tersebut baru saja disahkan bulan ini oleh parlemen, yang didominasi oleh Regions Party yang diusung Presiden Viktor Yanukovych.
Namun pada Senin Yanukovych setuju untuk menghapusnya setelah berunding dengan para pemimpin demo, yang menjadikan pembatalan itu sebagai permintaan utama.
UU itu membuat pendudukan di gedung-gedung publik bisa mendapat hukuman hingga lima tahun penjara, membuat konvoi demo yang terdiri lebih dari lima mobil dianggap ilegal dan melarang aktivis oposisi mengenakan topeng atau helm.
Penyebaran fitnah di internet juga dilarang dan bisa mendapat hukuman denda atau perbudakan hingga selama satu tahun – sebuah aturan yang dianggap sebagai cara untuk membatasi media sosial, yang berperan penting dalam demo. (AFP)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...