Rohingya, “Stateless People” Dalam Bidikan Kamera Greg Constantine
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Seorang fotografer berkewarganegaraan Amerika, Greg Constantine memulai sebuah proyek jangka panjangnya bertajuk Nowhere People. Proyek ini merupakan bagian dari proyek yang lebih besar, yaitu Stateless People. Dalam proyek Nowhere People, Greg mendokumentasikan komunitas di Asia yang kehilangan kewarganegaraannya (stateless people). Bagi Greg, dokumentasi tentang statelless people di Asia tak akan lengkap tanpa memotret penindasan terhadap etnis Rohingya di Myanmar.
Karya-karya Greg Contantine tersebut kini dipamerkan dalam sebuah pameran foto bertajuk Exile to Nowhere: Burma’s Rohingya. Pameran yang berlangsung pada 23-30 Agustus 2014 ini digelar di Jogja Gallery, Jalan Pekapalan No. 7, Alun-alun Utara Yogyakarta. Pameran Exile to Nowhere: Burma’s Rohingya merupakan bagian dalam pameran internasional dengan tajuk yang sama. Pameran ini bertujuan untuk menyoroti penderitaan yang dialami oleh etnis Rohingya serta menjaring pemikiran dan diskusi di berbagai kalangan seputar Rohingya, Burma (Myanmar), dan isu tentang situasi tanpa kewarganegaraan.
Pameran ini diselenggarakan atas kerjasama antara National Endowment for Democracy Jesuit Refugee Service Indonesia, Indonesian Civil Society Network for Refugee Rights Protection, dan Jogja Galley. Sebagai bagian dalam pameran Exile to Nowhere: Burma’s Rohingya, pada Minggu (24/8) digelar diskusi di Jogja Gallery.
“Saya memulai proyek Nowhere People ini pada Maret 2006 dan masih berlangsung hingga sekarang. Sebenarnya proyek Nowhere People ini merupakan bagian dari proyek jangka panjang yang lebih besar, yaitu Stateless People,” demikian disampaikan oleh Greg Constantine dalam diskusi seputar pameran Exile to Nowhere: Burma’s Rohingya pada Minggu (24/8) sore.
Bagi Greg, berbicara masalah stateless people di Asia, maka akan kurang lengkap jika tidak membicarakan tentang etnis Rohingya. Padahal di awal proyek ini, pada Maret 2006, Greg belum terlampau serius untuk melihat lebih dalam tentang Rohingya. Namun, seiring dengan interaksi dan empati yang dalam terhadap etnis ini, Greg akhirnya menceburkan diri secara serius sejak tahun 2006 hingga hari ini.
“Berbicara masalah stateless people di Asia, maka harus mengulas pula tentang Rohingya,” ujar Greg.
Keseriusan Greg untuk mengangkat kisah Rohingya, menurut Greg, karena etnis ini sebenarnya merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah Myanmar yang dulu dikenal dengan nama Burma. Etnis ini turut berperan di bidang pemerintahan dan politik.
“Rohingya sebenarnya adalah etnis yang cerdas. Etnis ini juga berperan dalam bidang poilitik dan pemerintahan sejak zaman dulu. Mereka juga seharusnya tercatat dalam sejarah Myanmar karena keberadaannya telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Namun sejak 40-an tahun yang lalu, etnis ini senantiasa ditindas oleh penguasa. Bahkan status kewarganegaraan mereka pada 1982 juga dicabut oleh Pemerintah Burma. Akibatnya, mereka terusir, tertindas, dan tidak mendapatkan pemenuhan hak-hak dasar. Salah satunya adalah hak beragama,” papar Greg dalam pandangannya tentang orang Rohingya.
Dalam pameran ini, Greg tak hanya menampilkan foto, namun juga pendapat orang-orang Rohingya tentang dirinya. Pendapat tersebut misalnya dari seorang pria Rohingya bernama Monzur.
"Allah menciptakan banyak spesies dan setiap spesies memiliki tempat tinggal. Semut dan ular memiliki lubang. Ikan memiliki air. Harimau dan beruang memiliki semak-semak. Tapi Rohingya tidak memiliki tempat hidup. Kami ingin meminta dunia, di mana tempat mereka?"
Pria Rohingya lain, bernama Jafar, juga menyampaikan pendapatnya.
"... Karena kita tidak memiliki kewarganegaraan, kita seperti ikan keluar dari air, mengepak dan tidak dapat bernafas. Jika kita diberi kewarganegaraan Burma, kami akan menjadi seperti ikan yang dapat Anda tangkap dan kemudian melemparkan kembali ke dalam air di mana seharusnya berada. Kami masih ikan yang keluar dari air dan ketika ikan keluar dari air, ia tercekik hingga mati. Kami telah keluar dari air untuk waktu yang lama dan kami tercekik. Kami tercekik sampai mati".
Greg Constantine adalah seorang fotografer freelance yang memulai proyek Nowhere People di Asia dengan memotret etnis Rohingya sejak 2006. Pada 2012, Greg menerbitkan buku tentang etnis Rohingya berjudul Exile to Nowhere: Burma’s Rohingya. Selain menyoroti etnis Rohingya, sejak 2005, Greg juga memotret komunitas tanpa kewarganegaraan di Bangladesh, Nepal, Malaysia, Sri Lanka, Kenya, Pantai Gading, Republik Dominika, Ukraina, Kuwait, dan Lebanon.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...