Serikat Petani Pasundan Adukan Ulah Oknum Brimob
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ratusan petani dari Serikat Petani Pasundan (SPP) mendatangi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mengadukan persoalan intimidasi terhadap petani Garut oleh oknum Brimob pada Rabu (15/5) kemarin.
“Brimob telah melakukan intimidasi selama tujuh bulan ini, dengan cara mengusir warga yang sedang menggarap. Mereka bersenjata lengkap, dan tak jarang pula mereka menodongkan senjata mereka kepada warga, " kata Koordinator SPP Asanudin.
Aparat juga menutup akses produksi masyarakat dengan memblokade jalan masuk ke areal garapan masyarakat, lanjutnya.
Sengketa ini adalah sengketa agraria antara petani yang tergabung dalam SPP yang membawahi 1300 kepala keluarga dengan PT Perkebunan Negara VIII (PTPN 8). Sengketa ini melibatkan tiga desa yaitu desa Dangiang, desa Sukamukti dan desa Mekarmukti.
Karena sengketa ini, tiga orang petani pernah dikriminalisasi. Mereka dituduh melakukan penjarahan dan pendudukan lahan PTPN. Sedangkan kelompok petani mengatakan mereka tidak berbuat salah, mereka hanya menggarap lahan yang sudah mereka garap selama 13 tahun.
Ratusan petani yang datang kemarin itu mempertanyakan bagaimana penyelesaian konflik yang sudah sangat meresahkan ini.
“Aksi SPP ini telah mendapatkan penguatan melalui surat yang mengatas namakan tim penyelesaian sengketa agraria Kabupaten Garut. Mereka menyatakan untuk menghentikan segala bentuk aksi intimidasi terhadap rakyat yang sedang bersengketa dengan PTPN VIII," tambah Asanudin.
Juru bicara Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Galih Andreanto, yang saat itu sedang bersama-sama dengan massa SPP mengatakan “Konflik agraria potensial terjadi karena masyarakat khususnya kaum tani sudah berada dalam kondisi di bawah garis kemiskinan yang menggantungkan hidupnya dari tanahnya untuk bercocok tanam. Kondisi ketidakberdayaan rakyat tak bertanah ditambah dengan aksi intimidasi dan keterlibatan aparat Brimob akan memperkeruh suasana dan jangan sampai memicu konflik agraria."
Ia menambahkan, "Di sinilah keberpihakan negara diuji, apakah pelaksanaan Pasal 33 UUD 45 benar-benar dilaksanakan dengan menjalankan Reforma Agraria. Reforma Agraria sejati semakin mendesak demi penyelesaian konflik agraria. Aksi aparat Brimob yang mengintimidasi kaum tani di atas tanah sengketa tak bisa dibenarkan, aparat seharusnya berperan melindungi keselamatan rakyat. Brimob harus menarik diri dari 3 desa tersebut."
Komisioner Komnas HAM, Dianto Bachriadi, dalam pertemuan dengan para petani berjanji akan menghubungi Kapolda Jawa Barat dan menghimbau kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melaksanakan pemetaan ulang yang melibatkan rakyat. Dianto menambahka, aksi intervensi dan intimidasi Polisi di wilayah sengketa agraria tidak kali ini saja terjadi. Konflik ini tidak hanya di sektor perkebunan tetapi juga di sektor pertambangan dan kehutanan, dan seringkali justru mengintimidasi rakyat.
Editor : Wiwin Wirwidya Hendra
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...