Sonny Dandel: "Bumi Pertiwi Pun Ikut Menangis"
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - "Saat ritual pembasuhan kaki, jemaat dan para pendeta dilayani dan melayani dengan sukacita. Air mata tumpah membasahi tanah di negeri yang kita namakan Indonesia. Ada air mata yang tulus dan murni dalam mengenang Yesus, mengenang sengsara-Nya. Seolah bumi pertiwi, Iapun turut menangis," demikian kata Pendeta Sonny Dandels menceritakan kembali detik-detik peringatan kematian Yesus, Jumat Agung (18/4), di seberang Istana bersama jemaat GKI Yasmin Bogor dan HKBP Filadelfia Bekasi.
Pendeta Sonny Dandel dari Gereja Masehi Sangire Talaut (GMIST) di jemaat Tanjung Priok Jakarta, pada ibadah tersebut memimpin ibadah. Hadir bersama Pendeta Sonny, beberapa jemaat dan paduan suara jemaat GMIST yang ikut memberikan dukungan dalam ibadah Jumat Agung ini.
Ketika menjelaskan lebih lanjut pesan dari ibadah perjuangan yang dilakukan bersama ratusan jemaat ini, Pendeta Sonny mengatakan, "Pada perayaan Jumat Agung, mengingakan kepada para nabi dan kepada Yesus yang meneladankan terus berjuang, berjuang tidak pernah ada hentinya. Perjuangan ibadah ini adalah sebuah tanda, bahwa kami ada di dalam kebenaran, kami ada di dalam cinta itu. Kami mendorong pemerintahan ini untuk memperhatikan tegaknya konstitusi di tengah bangsa Indonesia."
Tentang kehidupan toleransi yang masih menyisakan masalah dengan keberadaan kaum minoritas, diberbagai tempat dan menimpa masyarakat Indonesia, apapun agama dan kepercayaannya, Pendeta Sonny berpendapat, "Di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini bagaikan awan gelap dalam toleransi. Pilpres mendatang mengingatkan betapa pentingnya memilih seorang pemimpin yang sebenarnya bagi bangsa ini."
Perayaan Jumat Agung merupakan puncak sengsara Yesus Kristus yang dihayati oleh seluruh umat Kristen. Kematian di bukit Golgota, yang pada hari ini diperingati oleh jemaat dari berbagai tempat, dan yang beribadah di seberang istana Merdeka. "Jemaat ini sudah dua tahun lebih beribadah, di sini di seberang Istana Merdeka, tadi dalam cuaca hujan turun, mereka tetap melangsungkan ibadah dengan kidmat, dan beribadah hingga selesai," demikian kata Pendeta Sonny.
Pendeta Sonny yang bertugas memimpin sakramen perjamuan kudus, membagi-bagikan roti dan anggur kepada jemaat, juga sebelas pendeta yang lain. Mereka menghampiri para jemaat, di tengah tetesan-tetesan air hujan yang semakin menderas, dan langit yang sebelumnya terik, berubah gelap tertutup awan.
Sesaat sebelum sakramen perjamuan dilangsungkan, remaja Edward Mathew, yang pernah berkirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bertugas membunyikan lonceng saat detik-detik ucapan Yesus di kayu salib selesai diucapkan para pendeta dan dihayati bersama dengan jemaat. Hening sejenak, ketika suara lonceng kecil tersebut nyaring terdengar di seberang Istana Merdeka.
Jumat Agung, bagi Pendeta Sonny menceritakan maknanya bahwa ini adalah momen bagi orang kristen tidak takut, momen inilah yang juga mewakili perjuangan orang dengan berbagai keyakinannya untuk berjuang, khususnya mengingatkan kepada para pemimpin dan peraturan-peraturan yang membatasi kebebasan beribadah.
"Kita akan bekerja sama untuk memperjuangkan keadilan ini bagi banyak orang," demikian kata pendeta Sonny memaknai Jumat Agung dan kebebasan beragama di Indonesia.
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...