100 Hari Jokowi-JK, Berkutat Jasa Politik
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung Idil Akbar menilai dalam 100 hari kerja Pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla hanya sibuk berkutat dengan jasa politik di Pemilihan Presiden 2014 lalu.
"Jokowi sibuk berkutat dengan akomodasi jasa politik dan tekanan politik, yang akhirnya berimbas pada ketidakindependenan dan keleluasaan Jokowi dalam menjalankan pemerintahannya," kata Idil kepada satuharapan.com, di Jakarta, Rabu (28/1).
Menurut dia, ke depannya Presiden Jokowi harus mampu melepaskan diri dari setiran Megawati Soekarnoputri–Ketua Umum PDI Perjuangan–jika ingin leluasa dalam menjalankan pemerintahan.
Namun dia bertanya, apakah Presiden RI ketujuh itu mampu melakukan hal tersebut? Sebab, menurut Idil, selama ini Jokowi dianggap sebagai petugas partai. "Kalau begini terus sampai pemerintahannya berakhir, segala keadaan di pemerintahan dan kebijakan yang dikeluarkan akan selalu di bawah pengaruh dan kendali Megawati," ujar dia.
Salah satau staf pengajar di Jurusan Ilmu Pemerintahan UNPAD itu juga menilai tak banyak yang bisa dilihat dari 100 hari Pemerintahan Jokowi, terutama dalam peningkatan kualitas hidup rakyat Indonesia, kecuali masalah. Mulai dari naiknya harga BBM bersubsidi, pengurangan subsidi pupuk, naiknya harga tabung Gas Elpiji 12 kg, tarif dasar listrik (TDL), yang berimplikasi pada kenaikan harga kebutuhan pokok rakyat Indonesia.
"100 hari Jokowi juga ditandai dengan menelurkan kebijakan yang pro asing, seperti membuka lebar keran impor untuk barang kebutuhan pokok, investasi asing di bidang strategis seperti migas, dan yang terbaru mencabut larangan ekspor bahan mentah tambang PT Freeport Indonesia yang keseluruhannya memiliki konsekuensi terhadap ketahanan pangan dan perlindungan akan sumber daya alam (SDA) Indonesia," kata Idil.
Langgar Janji Politik
Dia juga mengungkapkan 100 hari Pemerintahan Jokowi-JK melahirkan banyak pelanggaran janji politik. Mulai dari persoalan kabinet ramping, tidak bagi-bagi kursi kekuasaan, hingga janji pemerintahan akan diisi oleh orang-orang profesional.
"Dalam 100 hari, Jokowi juga membuat kebijakan dalam penentuan jabatan yang menciptakan polemik, seperti pengangkatan Jaksa Agung dari partai politik (HM Prasetyo-Nasdem), anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang lebih mengakomodir orang-orang berjasa politik, bahkan bos judi pun dilantik," kata dia.
Terakhir, dia mengungkapkan, polemik yang terjadi dalam pengangkatan calon Kapolri yang berstatus tersangka melengkapi catatan buruk 100 hari Pemerintahan Jokowi-JK.
"Berdasarkan itu pula terjadi perselisihan antara KPK dan Polri yang memanas karena minimnya peran Presiden RI ketujuh tersebut," kata Idil.
"Saya kira ini sebagian dari hasil kerja 100 hari pemerintahan Jokowi-JK yang masih berkutat dengan masalah," dia menambahkan.
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...