100 Pemuda Lintas Iman Bojonegoro Gelar Dialog Toleransi
BOJONEGORO, SATUHARAPAN.COM – Pemuda lintas iman dari berbagai utusan di Bojonegoro menggelar dialog yang bertajuk membangun toleransi dan kebangsaan. Acara yang dihadiri tak kurang dari 100 pemuda tersebut terdiri dari utusan dari Gereja Kristen Indonesia (GKI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bojonegoro, Pemuda Kelenteng, Pemuda Katolik, komunitas-komunitas pemuda lintas iman di Bojonegoro, berlangsung di gedung Maharani Bojonegoro, Sabtu (21/3).
Acara yang digagas oleh Komisi Network dan Misi GKI Klasis Bojonegoro dan Jaringan Gusdurian Jawa Timur ini menghadirkan narasumber antara lain KH Alamul Huda (Ketua FKUB Bojonegoro), KH Hanafi (Ketua Bakesbanglimas Bojonegoro), Pendeta Simon Filantropa (GKI Sinode Wilayah Jawa Timur), Aan Anshor (Koordinator GUSDUR-ian Jawa Timur) dan Andreas Kristianto (Ketua Komisi Network dan Misi GKI Klasis Bojonegoro).
Kiai Alamul Huda sebagai ketua FKUB Bojonegoro mengatakan, “Kebersamaan untuk memerdekakan dan menjadikan bangsa ini satu untuk keragaman adalah bagian tidak terpisahkan hingga saat ini. Semua suku, agama, ras, antar golongan menyatakan menjadi bagian yang tidak terpisahkan oleh masyarakat Indonesia.” Kiai Huda menegaskan perlunya memupuk keragaman dan mengembangkan secara lebih luas dalam tataran terkecil dan tidak hanya menjadi simbol pada lambang negara kita.
Pendeta Simon Filantropa memaparkan bahwa, “Iman yang sehat dan kritis adalah ketika hidup memeluk dan mendekap kepelbagaian, karena semua itu diciptakan oleh Tuhan. Hidup dalam rahmat Allah adalah hidup yang memelihara dan mencintai kemanusiaan, karena manusia memiliki harkat dan martabat sebagai ciptaan yang mulia,” demikian tutur Pendeta Simon.
Pendeta Simon juga menegaskan pentingnya dialog yang dapat membawa semua pihak lebih terbuka antar agama dan kelompok satu dengan yang lain. "Kita terbuka di tengah perbedaan dan keberagaman. Perbedaan perlu kita syukuri, serta kita rayakan di tengah kehidupan ini," demikian Pendeta Simon Filantropa.
Aan Anshori, koordinator Jaringan GUSDUR-ian Jawa Timur memaparkan bahwa “konsolidasi antaragama masih bersifat ritual proseduralistik, hanya sekedar untuk mentaati perintah pusat, minus pembelaan terhadap yang tertindas.” Aan juga mengatakan bahwa pemuda perlu membangun barisan yaitu dengan cara menemukan pondasi spiritualitas yang kokoh agar mampu beragama secara percaya diri dan merancang agenda bersama di kalangan pemuda lintas agama.
Aan Anshori memaparkan fakta-fakta bahwa pelaku kekerasan selama ini di Indonesia adalah negara (117 tindak kekerasan), masyarakat (65 tindak kekerasan), FPI (16 tindak kekerasan), gabungan ormas Islam (7 tindak kekerasan), MUI (14 tindak kekerasan). "Fakta ini menunjukkan adanya realitas kasus-kasus intoleransi yang bertumbuh subur di Indonesia ini. Oleh sebab itu aktivitas jaringan GUSDURian di Jawa Timur adalah dengan memperkuat rasa solidaritas dan kerukunan antar pemeluk agama yang lain. Sehingga Perbedaan menjadi kekuatan bukan menjadi alat perpecahan,” kata Aan Anshori.
Pada kesempatan itu Andreas Kristianto dalam kata sambutannya mengatakan, “Indonesia terancam dengan adanya gerakan intoleransi yang semakin menguat dan masuk ke masyarakat. Saat ini Indonesia terancam dengan adanya gerakan intoleransi. Gerakan itu semakin menguat dan masuk pada sendi-sendi masyarakat."
Andreas Kristianto yang adalah calon pendeta di GKI Jombang, menegaskan perlunya antisipasi, pendampingan dan pengawalan kuat terhadap keragaman yang ada.
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...