100 Ribu Orang Mengungsi Akibat Banjir di Jepang
TOKYO, SATUHARAPAN.COM – Guyuran hujan yang derasnya belum pernah terjadi sebelumnya mendera Jepang sepanjang hari Kamis (10/9) yang memorak-porandakan rumah, menumbangkan pepohonan dan memaksa lebih dari 100.000 orang mengungsi dari rumah mereka.
Reuters melaporkan helikopter dikerahkan untuk menyelamatkan penduduk dari atap rumah mereka. Dua orang dilaporkan hilang dan sedikitnya 17 luka-luka.
Beberapa daerah menerima dua kali lipat curah hujan dari yang biasanya terjadi pada September selama 48 jam setelah badai tropis Etau menyapu pulau utama Jepang, Honshu. Di beberapa tempat, hujan deras menyebabkan sungai meluap.
Seorang wanita berusia 63 tahun hilang dalam longsor yang melanda rumahnya. Sementara seorang pria berumur 70-an di kota Joso, 56 km sebelah utara Tokyo, dikhawatirkan terjebak ketika air menenggelamkan rumahnya, kata televisi nasional NHK .
"Kami mendengar suara besar seperti petir, dan kemudian lereng bukit turun," kata seorang pria kepada NHK, mengacu pada longsor yang menyapu tetangganya.
Rekaman siaran televisi menunjukkan helikopter mengangkat penduduk ke tempat yang aman. Termasuk, satu pasangan tua yang berjuang menyelamatkan anjing mereka setelah banjir menghancurkan rumah mereka.
Sebanyak 800.000 orang disarankan untuk mengungsi setelah para pejabat mengeluarkan peringatan dini akan datangnya "hujan yang terjadi hanya sekali dalam setengah abad," kepada 5 juta penduduk di daerah timur dan utara Tokyo.
Perdana Menteri Shinzo Abe memperingatkan kemungkinan turunnya hujan yang lebih lebat dan dan mengatakan pemerintah sedang mendirikan sebuah pusat bantuan darurat.
Sekitar 12 helikopter militer mengambil bagian dalam upaya penyelamatan bersama dengan 55 anggota militer Jepang. Pemerintah mengatakan jumlahnya akan ditambah.
Di kota Nikko, sebagian dari bangunan hotel yang terkenal karena kuil-kuilnya, runtuh, tetapi tidak ada korban luka.
Menurut NHK, curah hujan mencapai 500 mm (20 inci) di sekitar Joso, sedangkan menurut para pejabat cuaca, di bagian timur JEpang, termasuk FUkushima, lokasi rekator nukiler yang lumpuh pada 2011, lebih tinggi 200 mm (8 inci).
"Ini adalah skala curah hujan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bahaya bisa terjadi kapan saja," ujar seorang ahli meteorologi, Takuya Deshimaru, dalam konferensi pers darurat pada Kamis (10/9).
Pada Kamis pagi, badan meteorologi menyatakan bahwa keadaan kian parah setelah sungai Kinugawa yang juga melintasi Tochigi meluap.
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...