10.000 Lebih Anak Meninggal dalam Konflik di Dunia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Lebih dari 10.000 anak tewas atau mengalami penyiksaan akibat konflik bersenjata di seluruh dunia tahun lalu, sementara lainnya diperkosa, dipaksa menjadi tentara anak-anak atau terjebak dalam serangan terhadap sekolah dan rumah sakit, menurut laporan PBB yang dirilis, Rabu (27/6).
Menurut laporan tahunan berjudul “Anak-Anak dan Konflik Bersenjata” itu, pelanggaran anak meningkat tajam selama 2017, dibandingkan tahun sebelumnya. Lebih dari 21.000 pelanggaran hak-hak anak dilaporkan sepanjang 2017.
1.300 Anak di Yaman, Tewas
PBB menilai koalisi Arab yang didukung Amerika, yang bertempur di Yaman, sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kematian atau luka-luka pada separuh atau lebih dari 1.300 anak di negara miskin itu.
Mereka adalah korban serangan udara dan darat yang dilakukan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab terhadap pemberontak Houthi-Syiah yang menentang pemerintah Yaman yang diakui masyarakat internasional.
Di antara korban tewas yang dihitung dalam laporan itu adalah tentara anak-anak yang berusia 11 tahun dalam perang saudara di Yaman dan negara-negara lain.
“Intinya adalah anak-anak ini seharusnya tidak diperlakukan sebagai ’anak-anak yang kurang beruntung.’ Mereka berhak memperoleh hak yang sama sebagaimana setiap anak, untuk menjalani hidup mereka dengan penuh arti dan mendapat kesempatan untuk pulih,” ujar Virginia Gamba, Utusan Khusus PBB Untuk Isu Anak-Anak dan Konflik Bersenjata.
Gamba menambahkan laporan itu membuat Sekjen PBB Antonio Guterres merasa “sangat marah.”
Pelanggaran Hak Anak Meningkat Dramatis
Laporan itu mencatat bahwa 21.000 pelanggaran hak anak-anak itu mencakup 10.000 anak yang dibunuh atau tersiksa, khususnya di Irak, Myanmar, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Sudan Selatan, Suriah dan Yaman. Angka itu meningkat dramatis dari 15.500 kasus semacam itu pada 2016.
“Sekjen PBB sangat marah melihat angka ini, peningkatan signifikan dibanding tahun sebelumnya,’’ ujar juru bicara Guterres, Stephane Dujarric.
Temuan lain dalam laporan itu di antaranya:
Hampir separuh dari 881 kasus kematian anak di Nigeria adalah akibat serangan bunuh diri, termasuk penggunaan anak-anak sebagai manusia bom. Lebih dari 1.900 anak ditahan karena mereka atau orang tua mereka dikaitkan dengan organisasi militan Boko Haram.
Sedikitnya 1.036 anak ditahan di fasilitas-fasilitas penahanan di Irak dengan tuduhan terkait keamanan nasional, sebagian besar karena tuduhan terkait dengan kelompok ISIS.
Sebanyak 1.221 anak direkrut dan digunakan sebagai tentara anak di Sudan Selatan.
Kelompok ekstremis Al Shabab di Somalia diduga menculik lebih dari 1.600 anak, sebagian direkrut dan dipersenjatai, lainnya menjadi korban kekerasan seksual.
Anak-anak di Myanmar, Sudan Selatan, Suriah dan Yaman tidak diperkenankan menerima bantuan untuk menyelamatkan jiwa.
Anak-anak di Suriah terperangkap di daerah-daerah yang dikepung, di tengah kondisi kehidupan yang memburuk.
Gamba mengatakan pasukan pemerintah di beragam negara bertanggungjawab terhadap sekitar 9.000 pelanggaran.(VOA)
Editor : Melki Pangaribuan
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...