100.000 Lebih Warga Etnis Armenia Tinggalkan Nagorno-Karabakh
YEREVAN, SATUHARAPAN.COM-Armenia mengatakan pada hari Sabtu (30/9) bahwa lebih dari 100.000 orang telah meninggalkan Nagorno-Karabakh, yang berarti hampir seluruh penduduk resmi daerah kantong etnis Armenia telah meninggalkan wilayah tersebut sejak Azerbaijan merebut kembali kendali.
Nazeli Baghdasaryan, juru bicara perdana menteri Armenia, mengatakan jumlah pengungsi yang memasuki negara itu selama sepekan terakhir mencapai 100.417 orang.
Eksodus ini terjadi setelah daerah kantong Armenia, yang sebelumnya diperkirakan berpenduduk 120.000 jiwa, menyaksikan perjuangan selama puluhan tahun melawan pemerintahan Azerbaijan berakhir dengan kekalahan mendadak.
Baku merebut kembali wilayah tersebut, yang diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, mdalam serangan kilat pekan lalu yang tampaknya mengakhiri konflik yang memburuk.
Otoritas etnis Armenia di republik yang memproklamirkan diri itu mengumumkan bahwa mereka secara resmi tidak ada lagi setelah mereka setuju untuk menyerah dan menyerahkan senjata mereka.
Artak Beglaryan, mantan pejabat separatis, mengatakan bahwa menurut informasi tidak resmi, “kelompok terakhir” penduduk Nagorno-Karabakh sedang dalam perjalanan ke Armenia pada hari Sabtu.
“Paling banyak yang tersisa beberapa ratus orang, sebagian besar adalah pejabat, petugas layanan darurat, relawan, dan beberapa orang berkebutuhan khusus,” tulisnya di media sosial.
Banjirnya umat manusia melintasi perbatasan ke Armenia dalam beberapa hari terakhir telah mengubah susunan etnis yang telah berusia berabad-abad di wilayah yang disengketakan tersebut.
Yerevan menuduh Azerbaijan melakukan kampanye “pembersihan etnis” untuk membersihkan Nagorno-Karabakh dari penduduk Armenia.
Namun Baku membantah klaim tersebut dan secara terbuka meminta penduduk Armenia di wilayah tersebut untuk tetap tinggal dan “berintegrasi kembali” ke Azerbaijan.
PBB Kirim Utusan ke Nagorno-Karabakh
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) akan mengirimkan misi ke Nagorno-Karabakh akhir pekan ini, terutama untuk menilai kebutuhan kemanusiaan, juru bicara PBB Stephane Dujarric mengumumkan, seraya menambahkan bahwa badan tersebut tidak memiliki akses ke wilayah tersebut “selama sekitar 30 tahun.”
Armenia telah meminta pengadilan tertinggi PBB untuk mengambil tindakan segera guna melindungi penduduk daerah kantong tersebut, pengadilan mengumumkan pada hari Jumat (29/9).
Yerevan mendesak Mahkamah Internasional (ICJ) untuk memastikan bahwa Azerbaijan tidak akan menggusur etnis Armenia yang tersisa di Nagorno-Karabakh atau mencegah “kembalinya dengan aman dan cepat” mereka yang telah melarikan diri.
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah pada hari Jumat mengumumkan permohonan darurat sebesar US$22 juta untuk membantu mereka yang melarikan diri.
Armenia telah meminta bantuan Uni Eropa untuk membantunya menangani pengungsi yang datang dari Nagorno-Karabakh sejak Azerbaijan mengambil kembali kendali atas wilayah tersebut pekan lalu, kata kantor perdana menteri Italia pada hari Sabtu (30/9).
Nagorno-Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan tetapi sebagian besar dihuni oleh umat Kristen Armenia yang mendirikan Republik Artsakh tiga dekade lalu setelah konflik etnis berdarah ketika Uni Soviet runtuh.
Lebih dari 100.000 pengungsi telah tiba di Armenia sejak Azerbaijan melancarkan operasi militer untuk merebut kembali kendali Nagorno-Karabakh, kata kepala badan pengungsi PBB (UNHCR) pada Jumat malam.
Armenia telah meminta tempat penampungan sementara dan pasokan medis kepada UE, kata kantor perdana menteri Italia dalam sebuah pernyataan, seraya menambahkan bahwa Roma sedang berupaya untuk mendorong stabilisasi di wilayah tersebut. (AFP/Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...