11 Desa Tandatangani Dokumen Kesepakatan Alam Desa
LABUANBAJO, SATUHARAPAN.COM - Bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch Dullah, dijadwalkan akan berkunjung ke kampung Ndengo, Desa Wae Lolos, Kecamatan Sano Nggoang, Werang, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur pada Jumat (19/7) untuk bertemu dengan sejumlah Kepala Desa dan perwakilan masyarakat dari 11 desa di bentang alam Mbeliling. Kunjungan ini diadakan dalam rangka menandatangani dokumen Kesepakatan Pelestarian Alam Desa (KPAD) dan sebagai tanda dimulainya pemberlakukan kesepakatan di tingkat desa tersebut.
“Penandatanganan ini merupakan langkah positif untuk memastikan akses dan kontrol masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya penghidupan terutama dalam upaya pelestarian bentang alam Mbeliling,” kata Team Leader Burung Indonesia untuk Program Mbeliling, Tiburtius Hani.
Ada 11 desa, dari total 35 desa yang mendapat pendampingan dari Burung Indonesia, yang telah berhasil merumuskan dokumen KPAD tersebut. Desa-desa tersebut adalah Desa Watu Nggelek, Warloka, Macang Tanggar, di Kecamatan Komodo, Desa Siru, Wae Wako di Kecamatan Lembor, Desa Liang Ndara, Golo Ndoal, Golo Sembea, Wae Lolos, di Kecamatan Mbeliling, Desa Kempo dan Golo Sengang di Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Sebelumnya pada tahun 2009, 16 desa telah berhasil menyusun dokumen serupa. Sampai saat ini, 16 desa tersebut masih tetap berkomitmen untuk menjalankan kesepakatan tersebut.
KPAD adalah kesepakatan dan komitmen warga desa dengan pihak lain yang terkait, mengenai pelestarian sumberdaya penghidupan pada tingkat desa. Kesepakatan di tingkat desa ini dirumuskan secara partisipatif oleh masyarakat untuk menyusun langkah bersama dalam mengelola, menjaga dan melestarikan sumberdaya di wilayah desa. Dokumen ini mengandung butir-butir kesepakatan mengenai kewajiban masyarakat serta sanksi atas pelanggaran yang dilakukan.
Diperlukan waktu hingga dua tahun untuk dapat menyusun artikel ini, dimulai dari pengumpulan data sampai perumusan butir kesepakatan. Proses ini sepenuhnya dirumuskan oleh masyarakat di tiap desa melalui beberapa rangkaian pertemuan. "Burung Indonesia hanya memfasilitasi pertemuan tersebut di tiap-tiap desa, namun warga yang sendirilah yang menentukan hal-hal prioritas yang perlu diatur melalui sebuah kesepakatan," jelas Tiburtius.
Hal yang cukup menonjol dalam keseluruhan dokumen ini adalah kesepakatan tentang pengelolaan sumberdaya kehutanan. Dalam konteks ini KPAD merupakan sarana untuk mendorong peran serta masyarakat. Karena menurut Tiburtius, “Persoalan kelestarian hutan dan kawasan hutan tidak bisa dilepaskan dari faktor-faktor penting lain seperti kondisi sosial budaya, ekonomi, dan ekologi di luar kawasan hutan.”
Editor : Yan Chrisna
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...