1,1 Miliar Manusia Buang Air di Tempat Terbuka
SATUHARAPAN.COM – Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) membicarakan toilet. Bahkan sudah dua kali tanggal 19 November diperingati sebagai Hari Toilet Dunia. Hal ini tentu bukan tanpa alasan, apalagi PBB dianggap kurang pekerjaan. Sebab, konflik bersenjata, kelaparan, kemiskinan, dan pengungsi di berbagai negara sudah memusingkan lembaga internasional ini.
Tentang toilet, PBB melihat fasilitas tersebut sebagai bagian ‘’lingkaran setan’’ masalah sanitasi. Dan sanitasi yang buruk adalah hambatan penting pembangunan manusia, karena menyebabkan buruknya kesehatan dan kemiskinan.
Sebagai gambaran, hari Kamis (19/11) kemarin, Sekjen PBB, Ban Ki-moon menyebutkan sekitar 800.000 anak meninggal. Ini berarti satu anak meninggal pada setiap dua menit. Dan itu hanya kematian yang diakibatkan oleh diare, yang mencerminkan buruknya sanitasi.
Anak-anak menggunakan fasilitas toilet yang dibangun dengan dukungan UNICEF di kota Hakha, Myanmar. (Foto: UNICEF).
Gambaran lain tentang dampak tidak adanya toilet seperti terjadi di Pakistan, yang disebutkan masalah ini berdampak pada kekerdilan-pada-anak. Di Pakistan, sekitar 40 juta orang tidak memiliki akses ke toilet. Artinya, buang air (besar dan kecil) di tempat terbuka. Dan UNICEF menyebutkan kebiasaan ini menyumbang kekerdilan.
Kalah Penting dari Telefon
Pada tahun 2013, PBB menyebutkan bahwa di antara tujuh miliar penduduk dunia, hanya 4,5 miliar orang yang memiliki akses toilet atau kakus. Itu berarti ada 2,5 miliar orang, mereka umumnya hidup di pedesaan, tidak memiliki sanitasi yang layak. Selain itu sekitar 1,1 miliar orang masih membuang air besar sembarangan, bahkan di tempat terbuka.
Pada tahun yang sama, ada data yang memberikan gambaran yang kontras dengan miskinnya fasilitas penting yang disebut toilet. PBB menyebutkan bahwa sekitar 6,5 miliar penduduk dunia memiliki telefon selular atau hanya 500 juta yang tidak memiliki.
Tahun ini angkanya mungkin telah berubah dan lebih banyak lagi. Barangkali yang tidak memiliki telefon selular hanyalah orang-orang renta dan bayi. Namun ini berarti banyak orang memiliki telefon selular tetapi buang air di tempat terbuka.
BACA JUGA: |
Toilet Di Indonesia
Bagaimana gambaran di Indonesia? Menurut Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI), tahun 2011 sebanyak 240 juta dari 258 juta penduduk Indonesia memiliki telefon selular.
Menurut Kemenkominfo, tahun 2013, penguna telefon prabayar lebih dari 80 juta, dan pascabayar sekitar dua juta. Namun Maret tahun lalu, Menkominfo Tifatul Sembiring, menyebut pengguna telefon selular di Indonesia mencapai 270 juta.
Namun soal toilet, memang tidak tersedia data yang memadai. Dan Asosiasi Toilet Indonesia, pada tahun 2011 pernah menyebutkan bahwa yang ada saja di Indonesia tergolong yang terburuk di antara negara-negara Asia Tenggara.
Bahkan tahun lalu disebutkan bahwa 90 persen sekolah di DKI Jakarta tidak mempunyai toilet yang layak, kata Ketua Umum Asosiasi Toilet Indonesia, Naning Adiwoso, seperti dikutip Republika.
Peran Sentral Sanitasi
Data ini memang menggambarkan bahwa masih berkembang pandangan mengenai toilet yang tidak lebih penting daripada telefon selular. Oleh karena itu, masalah kesehatan sanitasi memang masih menjadi masalah yang serius di dunia. Dan ini disumbang oleh kebiasaan buang air tanpa toilet.
Oleh karena itu, PBB melihat masalah ini secara serius, karena akan terkait dengan kualitas manusia, dan capaian pembangunan. Dan tahun ini negara-negara anggota PBB diodorong untuk memberikan akses ke toilet bagi lebih banyak warganya.
Sekjen PBB, Ban Ki-moon menyebutkan, "Sanitasi adalah pusat kesehatan manusia dan lingkungan, serta peluang individu untuk berkembang dan bermartabat. Namun hari ini, di seluruh dunia, satu dari setiap tiga orang tidak memiliki sanitasi, dan satu di setiap delapan praktik buang air besar, dilakukan di tempat terbuka."
Peringatan tahun ini mengaitkan masalah buruknya fasilitas toilet dengan sanitasi buruk dan kekurangan gizi. Setiap tahun banyak anak balita meninggal karena sanitasi buruk. Dan sekitar setengah kematian balita akibat gizi buruk.
Setengah dari balita mengalami hambatan pertumbuhan karena masalah sanitasi. Akibat lebih jauh dan jangka panjang akan diderita oleh mereke ketika dewasa, bahkan seumur hidup. Itu berarti ada risiko yang jauh lebih luas.
Kesamaan Persepsi Guru dan Orangtua dapat Cegah Kekerasan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Co-founder Sehat Jiwa Nur Ihsanti Amalia mengatakan, kesamaan persepsi an...