12 Kristen Suriah Sebut Nama Yesus Sebelum Dipenggal ISIS
“Penduduk desa mengatakan beberapa korban berdoa di dalam nama Yesus, ada pula yang berdoa Bapa Kami dan ada juga yang mengangkat kepala mereka sebagai bukti iman mereka untuk Yesus,” kata salah seorang nara sumber.
ALEPPO, SATUHARAPAN.COM – Kelompok ekstremis Negara Islam Irak dan Suriah atau lebih dikenal dengan sebutan ISIS, telah mengeksekusi 12 orang Kristen Suriah, termasuk seorang anak berumur 12 tahun setelah mereka menolak untuk meninggalkan iman mereka dan masuk Islam. Pembunuhan ini terjadi di kota Aleppo pada tanggal 28 Agustus 2015 lalu.
“Di depan ketua tim (Christian Aid Mission) dan kerabat yang berada di antara kerumunan, para ekstremis Islam memotong ujung jari seorang anak dan memukuli dia, dan mengatakan kepada ayah anak itu bahwa mereka akan berhenti menyiksa anak itu jika ayahnya pindah ke agama Islam,” kata organisasi Christian Aid Mission.
“Ketika ketua tim itu menolak (pindah Islam), kerabat mereka mengatakan, militan ISIS lalu menyiksa dan memukulinya bersamaan dengan dua pekerja pelayanan lainnya. Tiga laki-laki dan anak itu akhirnya menemui ajal mereka dengan cara disalib.”
Ayah anak itu adalah “pemimpin tim pelayanan yang merintis sembilan gereja.” Kemudian, seorang perempuan diduga berteriak: “Yesus!” tepat sebelum para militan memenggal kepalanya. Militan ISIS mengambil delapan pekerja dari organisasi tersebut, dua di antaranya adalah perempuan lalu dibawa ke desa lain. Mereka kemudian memperkosa dua perempuan tersebut sebelum akhirnya memenggal mereka.
“Penduduk desa mengatakan beberapa korban berdoa di dalam nama Yesus, ada pula yang berdoa Bapa Kami dan ada juga yang mengangkat kepala mereka sebagai bukti iman mereka untuk Yesus,” kata salah seorang nara sumber. “Salah seorang perempuan melihat ke atas dan tampak tersenyum kemudian berkata: Yesus!”
Kelompok Islam radikal ini telah memenggal lebih dari 11.000 orang di Irak dan Suriah sejak mereka memproklamirkan paham khalifah pada bulan Juni 2014 yang lalu.
“ISIS telah menguasai Mosul, kota kedua terbesar di Irak, pada bulan itu. Selama lebih dari 2000 tahun, orang Kristen dan Muslim hidup damai berdampingan satu sama lain. Tapi ketika ISIS mulai masuk, orang-orang Kristen diperintahkan untuk pergi, meninggalkan agama mereka agar tetap hidup atau membayar pajak karena non-Muslim. Mereka menculik sebagian besar perempuan untuk dijual sebagai budak seks mereka sementara yang laki-laki dibantai di depan keluarga mereka.”
“Kejadian ini seperti kembali ke 1000 tahun yang lalu melihat kebiadaban yang harus dilalui oleh orang Kristen. Saya pikir kita berhadapan dengan kelompok yang sama dengan Nazi dan saya pikir mereka tidak memiliki rasa kemanusiaan,” kata Patrick Sookhdeo, pendiri Barnabas Fund.
“Menyalibkan orang-orang ini ibaratnya mereka sedang berusaha memberi pesan dan mereka menggunakan berbagai bentuk pembunuhan yang dipercaya telah disetujui oleh hukum Syariah. Bagi mereka apa yang telah dilakukan itu adalah hal yang normal dan tidak ada masalah dengan itu. Ini adalah pembenaran agama yang begitu mengerikan.”
Pada bulan Juli 2014, seorang calon pendeta satu-satunya dari gereja Anglikan di Irak, Andrew White, mengatakan kepada BBC Radio bahwa kekristenan akan berakhir di negara Timur Tengah.
“Semuanya menyesakkan, orang-orang kami mulai menghilang,” kata dia. “Kami melihat orang-orang (Kristen) dibantai, kepala mereka dipenggal. Orang-orang Kristen berada dalam bahaya besar. Ibaratnya saat ini orang Kristen sedang hidup di padang gurun dan di jalanan. Mereka tidak punya tempat untuk pergi.”
“Apakah kita melihat akhir dari Kekristenan?” kata dia. “Kami berserah akan apa yang terjadi selanjutnya. Kami akan bertahan sampai akhir. Tapi tampaknya kata ‘akhir’ itu seolah-olah sudah sangat dekat.”
Orang-orang Kristen telah mengungkapkan apa saja yang telah dilakukan oleh ISIS terhadap mereka. Mereka mengatakan ISIS telah menghancurkan gereja dan patung Yesus Kristus dan Bunda Maria kemudian menggantinya dengan mengibarkan bendera hitam. Para militan juga merampok orang-orang Kristen di pos pemeriksaan, mengambil anting-anting yang dikenakan oleh para perempuan.
“Tidak ada keluarga Kristen yang kini tinggal di Mosul,” kata Bashar Nasih Behnam yang pergi meninggalkan Mosul dengan kedua anaknya. “Yang terakhir adalah seorang perempuan Mosul penderita difabel. Dia tinggal karena dia tidak bisa keluar. Mereka (ISIS) datang kepadanya dan berkata bahwa dia harus keluar. Jika tidak, maka mereka akan memotong kepalanya dengan pedang. Itu adalah keluarga (Kristen) terakhir di Mosul.” (breitbart.com)
Editor : Eben E. Siadari
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...