1.853 Bencana Akibatkan 351 Tewas Selama 2016
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menguatnya La Nina dengan intensitas lemah, Dipole Mode negatif, dan hangatnya suhu muka air laut di perairan wilayah Indonesia, memberikan dampak meningkatnya bencana hidrometeorologi. Sejak Januari hingga Oktober 2016, data sementara menunjukkan telah terjadi 1.853 kejadian bencana di Indonesia.
“Data ini data sementara yang dihimpun Pusat Pengendali dan Operasi Penanggulangan Bencana BNPB. Belum semua data bencana di BNPB dikirimkan. Namun, 1.853 kejadian kejadian bencana ini cukup besar. Lebih banyak daripada kejadian bencana sebelumnya seperti pada tahun 2012 ada 1.811 bencana, tahun 2013 ada 1.674 bencana, dan tahun 2015 ada 1.732 bencana. Sedangkan tahun 2014 terdapat 1.967 bencana. Diperkirakan jumlah bencana selama 2016 akan lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2014,” kata Sutopo Purwo Nugroho Kepala Pusat Data Informasi dan Humas, pada Minggu (30/10), yang dilansir situs bnpb.go.id.
Ia menambahkan, hingga Oktober 2016 dari 1.853 kejadian bencana sekitar 89 persen adalah bencana hidrometeorologi, yaitu bencana yang dipengaruhi oleh cuaca seperti banjir, longsor, puting beliung dan gelombang pasang. Sisanya, 9 persen adalah kebakaran hutan dan lahan, dan 2 persen bencana geologi yaitu gempa bumi dan erupsi gunungapi.
Ia mengatakan, dampak bencana hingga Oktober 2016 terdapat 351 jiwa tewas. Longsor adalah bencana yang paling mematikan yang telah menyebabkan 149 jiwa tewas. Kemudian banjir menyebabkan 130 jiwa tewas dan kombinasi banjir dan longsor menyebabkan 45 tewas. Selain itu bencana telah menyebabkan 2,4 juta jiwa menderita dan mengungsi, 5.221 rumah rusak berat, 6.073 rumah rusak sedang, 18.441 rumah rusak ringan dan ratusan ribu rumah terendam banjir.
Dari sebaran kejadian bencana, Provinsi Jawa Tengah paling banyak kejadian yaitu 456 kejadian, kemudian Jawa Timur 298, Jawa Barat 256, Kalimantan Timur 174, Aceh 70, Sumatera Barat 69 dan lainnya. Hampir semua provinsi di Indonesia mengalami bencana selama 2016.
Seiring meningkatnya curah hujan maka bencana akan meningkat pula. Puncak hujan diperkirakan berlangsung antara Desember 2016 dan Februari 2017. Daerah-daerah rawan banjir, longsor dan puting beliung berpotensi tinggi mengalami bencana. Risikonya tinggi karena kerentanan juga masih tinggi sementara itu kapasitas masih terbatas.
Cuaca ekstrem yang bersifat lokal seperti yang telah terjadi di Garut dan Bandung dapat terjadi di mana saja. Terlebih lagi pasokan uap air dari selatan Jawa masih berlimpah karena hangatnya suhu muka air laut Samudera Hindia di selatan Jawa. Banjir bandang dapat terjadi di mana saja saat muncul hujan ekstrem. Kritisnya daerah aliran sungai, minimnya kawasan resapan air, tingginya degradasi lingkungan dan banyaknya permukiman yang berkembang di daerah rawan bencana menyebabkan daerah makin rentan menghadapi bencana.
“Masyarakat diimbau untuk meningkatkan kesiapsiagaannya. Cermati peringatan dini cuaca dari BMKG. Perhatikan kondisi lingkungan di sekitar yang dapat berpotensi menimbulkan bencana. Bencana terjadi saat kita tidak siap,“ katanya.
Editor : Sotyati
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...