2 Juta Orang Jadi Korban Pelanggaran HAM Masa Lalu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Momentum 30 September erat kaitannya dengan membuka tabir kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu. Bangsa Indonesia seakan diingatkan lagi dengan masa kelam, ketika sejumlah nyawa melayang akibat gejolak politik.
Setara Institute mencatat, sejak 1965 hingga 2004, terdapat kasus puluhan pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia. Namun sayangnya, pemerintah dari masa ke masa tak jua bangkit dari keterpurukan sejarah itu. Di luar tujuh kasus besar yang dirujuk, seperti Peristiwa 1965 – 1966, Tragedi Penembakan Misterius 1982 – 1985, Kasus Talangsari – Lampung 1989, Penculikan dan Penghilangan Paksa Aktivis 1997/1998, Kerusuhan Meu 1998, Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II 1998/1999, ada kasus-kasus besar lain yang penyelesaiannya tengah dinanti.
Dari data yang dihimpun dari Setara Institute, Senin (28/9), setidaknya ada 17 kasus HAM masa lalu yang membayang-bayangi bangsa Indonesia.
Pertama, kasus pembantaian massal paad 1965 – 1970. Kasus ini memakan korban jiwa hingga 1,5 juta orang dan korbannya sebagian besar merupakan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Selain itu, ada pula organisasi massa (ormas) yang dianggap berafiliasi dengannya. Selanjutnya, kasus Balibo yang tarjadi pada 16 Oktober 1975. Kasus ini menelan 5 korban, di antaranya merupakan kelompok jurnalis Australia. Mereka tewas terbunuh TNI sebelum invasi Indonesia ke Timor-Timur.
Kemudian, peristiwa Malari. Peristiwa ini terjadi pada 15 Januari 1974 dan membuat puluhan orang menjadi korban. Sejumlah mahasiswa dan masyarakat kibat anti-Jepang ditahan. Dati kejadian itu, ada sekitar 11 orang terbunuh.
Selanjutnya, peristiwa Kedung Ombo.Peristiwa ini terjadi pada 1985 dan membuat ribuan orang menjadi korban. Peristiwa ini terjadi akibat adanya penolakan penggusuran dan pemindahan lokasi pemukiman oleh warga yang tanahnya akan dijadikan waduk. Hingga kini, korban masih menuntut keadilan pada pemerintah.
Pada 1982 hingga 1985 terjadi kasus penembakan misterius ‘Petrus’. Korban sebagian besar merupakan tokoh kriminal, residivis, atau mantan kriminal. Penembakan ini merupakan bagian dari operasi militer yang bersifat ilegal dan dilakukan tanpa identitas serta institusi yang jelas. Tercatat 1.678 orang menjadi korban.
Kemudian pada 1974 hingga 1999 ratusan ribu orang menjadi korban kasus referendum Timor-Timur. Peristiwa dimulai dari agresi militer.
Pada 1998, terjadi peristiwa Kasus Dukun Santet Banyuwangi yang menyebabkan puluhan orang menjadi korban. Dalam kasus ini, terjadi pembantaian terhadap tokoh masyarakat yang dituduh dukun santet.
Indonesia juga dikejutkan dengan peristiwa pembunuhan Marsinah yang terjadi pada 1965. Pelaku utama pembunuhan ini tak pernah tersenuth, namun orang lain nampaknya dikambing-hitamnkan. Ada bukti keterlibatan militer dalam pembunuhan Marsinah ini.
Selanjutnya, pada 1996 terjadi pembunuhan pada wartawan bernama Udin. Udin dinilai kerap mengkritisi pemerintah Orde Baru. Ia dianiaya militer hingga meninggal.
Pada 1989 terjadi peristiwa Talangsari, Lampung. Peristiwa ini terjadi akibat adanya represi terhadap kelompok komunitas Muslim di Lampung Tengah yang ditiduh sebagai kelompok ektrim kanan. Setidaknya, sekitar 803 orang menjadi korban akibat peristiwa ini.
Selanjutnya, terjadi penembakan mahasiswa Trisakti pada 1998. Penembakan mengakibatkan 658 orang menjadi korban.sementara, 1.308 orang lainnya juga tercatat menjadi korban akibat adanya kerusuhan sosial yang menjadi momentum peralihan kekuasaan.
Kemudian, peristiwa Semanggi I dan II terjadi pada 1998 hingga 1999. Adanya represi TNI atas mahasiswa yang menolak Undang-undang Negara dalam Bahaya membuat 127 orang dan selanjutnya 228 menjadi korban.
Sementara, 23 orang tercatat diculik dan dihilangkan paksa oleh TNI. Korban yang diculik dan dihilangkan paksa merupaka aktivis prodemokrasi. Penculikan terjadi pada 1998. Pada 6 September 2004, terjadi kasus pembunuhan terhadap Munir. Munir meninggal saat berada di Pesawat Garuda menuju Belanda.
Noda kelam ini barulah segelintir dari kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Lebih dari itu, di Papua dan Aceh, masih banyak terdapat kasus lainnya. Di Papua misalnya, terjadi peristiwa Wasior, Peristiwa Wamena, Peristiwa Abepura, Peristiwa Kimaam, pembunuhan di luar prosedur hukum terhadap Theys Hiyo Eluay dan penghilangan pakda terhadap Aristoteles Masoka, Peristiwa Paniai, Insiden Tolikara, Peristiwa Yahukimo, dan terakhir Peristiwa Dogyai.
Sementara di Aceh terjadi peristiwa DOM Aceh, Simpang KAA, Gedung KNPI kekerasan dalam operasi wibawa, pembantaian Tgk Bantaqiah dan santrinya, Pembantaian Idi Cut, Bumi Flora, kasus aktivis RATA, Operasi Rajawali, dan Darurat Militer I serta II.
Beberapa kasus dari rentetan ini macet di Kejaksaan Agung dan Komnas HAM. Di masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), Setara mendesak agar kasus yang menjadi beban sejarah ini dituntaskan. Bila berlarut-larut, kasus ini tak ubahnya seperti benalu bagi bangsa Indonesia.
Editor : Bayu Probo
Duta Besar: China Bersedia Menjadi Mitra, Sahabat AS
BEIJING, SATUHARAPAN.COM-China bersedia menjadi mitra dan sahabat Amerika Serikat, kata duta besar C...