20 Tahun Reformasi Belum Optimalkan Hak Asasi Perempuan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kemajuan kebijakan dalam 20 tahun perjalanan Reformasi belum mengoptimalkan pemenuhan hak asasi perempuan. Khususnya perempuan korban konflik dan untuk membangun perdamaian yang sejati. Penilaian ini disampaikan oleh Komnas Perempuan.
"Hal ini disebabkan karena kerangka kebijakan yang tersedia masih memuat kesenjangan, kontradiksi dan kemunduran yang justru menghalangi negara untuk dapat menyelesaikan konflik secara tuntas, termasuk untuk memulihkan hak-hak perempuan korban," ujar Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu dalam rilis yang diterima Rabu (23/5).
Azriana Manalu menilai proses Reformasi yang berjalan mengalami defisit demokrasi. Ini diakibatkan maraknya praktik politik transaksional, primordial, korupsi, dan penggunaan politik identitas yang mempertebal intoleransi. Di samping itu, model pembangunan masih meminggirkan perempuan maupun golongan-golongan masyarakat lainnya.
Terkait hal tersebut maka Komnas Perempuan menyampaikan rekomendasinya kepada negara untuk mengintegrasikan Rencana Pembangunan Nasional (RPJP 2020-2045 dan RPJMN 2020 -2025) secara holistik, mengembangkan cara kerja yang lebih komprehensif dalam penyikapan konflik. Termasuk membangun pemahaman yang utuh, kritis dan relektif mengenai konflik dan faktor- faktor di tingkat makro maupun mikro.
Selain itu dengan melengkapi terobosan-terobosan dari kebijakan-kebijakan yang telah ada, mengatasi kesenjangan kebijakan dan untuk memastikan pemanfaatan optimal dari kemajuan-kemajuan yang tersedia di dalam kebijakan, bagi kepentingan pemenuhan hak korban dan pembangunan perdamaian.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...