Loading...
OLAHRAGA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 13:53 WIB | Minggu, 31 Mei 2015

‎24 Tahun Tanpa Prestasi, Tak Diakui FIFA, Rapopo?

Ilustrasi. Titus Bonai (kanan) Andik Vermansyah (kiri). (Foto:Istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Induk sepak bola dunia, FIFA (Federation Internationale de Football Association), akhirnya menjatuhkan sanksi kepada Indonesia, pada Sabtu (30/5). Sebagai anggota, Indonesia  dinilai telah melanggar Pasal 13 dan 17 Statuta FIFA, di mana organisasi sepak bola sebuah negara tidak boleh diintervensi oleh pihak ketiga–dalam hal ini Pemerintah.

‎Presiden FIFA Sepp Blatter mengatakan berdasarkan hasil  Sidang Komite Eksekutif FIFA yang berlangsung Sabtu (30/5) di Zurich, Swiss, diputuskan ‎menangguhkan untuk sepak bola Indonesia sehingga tidak bisa mengikuti seluruh kegiatan sepak bola, sampai waktu yang tidak ditentukan.

Beragam tanggapan pun muncul dari pecinta sepak bola Tanah Air, ada yang kecewa dan menuding Menpora Imam Nahrawi sebagai 'biang kerok' karena enggan mencabut SK Menpora No 0137 Tahun 2015 tentang Pengenaan Sanski Administratif Berupa Kegiatan Keolahragaan PSSI Tidak Diakui hingga batas waktu yang ditetapkan FIFA–Jumat (29/5), tapi tidak sedikit juga yang menyambut gembira sambil berharap hukuman FIFA ini akan ditindaklanjuti dengan perbaikan.

Bahkan orang nomor satu di republik ini, Presiden Joko Widodo terkesan bersikap rapopo atau tidak masalah. Menurut Presiden Jokowi, tidak masalah bila Indonesia harus absen dulu dari kompetisi sepak bola internasional, karena yang terpenting adalah pembenahan sepak bola nasional guna menggapai prestasi yang tak pernah mampir sejak tahun 1991.

“Hanya ingin ikut ajang internasional atau berprestasi di ajang internasional? Jika hanya ingin ikut ajang internasional namun selalu kalah, kebanggaan kita ada di mana?,” kata Presiden Jokowi di Halim Perdanakusuma usai melangsungkan kunjungan kerja ke sejumlah wilayah di Indonesia, Sabtu (30/5).

Tanpa Prestasi Sejak 1991

Benar sekali, Tim Nasional Indonesia atau yang punya julukan Tim Garuda tidak memiliki prestasi sejak tahun 1991, di mana terakhir kali prestasi itu datang dari ajang Sea Games 1991 di Manila, Filipina, saat tim sepak bola Indonesia diarsiteki sosok asal Rusia, Anatoly Fyodorovich Polosin.

Selepas itu, publik sepak bola Tanah Air harus puas dengan suguhan kata ‘hampir’ dan diminta terus menelan ludah sendiri untuk menahan dahaga akan prestasi dari punggawa-punggawa Tim Garuda.

Selalu tumbang di babak kualifikasi Pra Piala Dunia, terhenti di babak pertama Piala Asia (1996, 2000, 2004, dan 2007), dan empat kali ‘hampir’ juara Piala AFF–kejuaraan sepak bola ASEAN–di tahun 2000, 2002, 2004, dan 2010, menjadi torehan prestasi Indonesia selama 24 tahun terakhir bersama 18 nama pelatih yang mondar-mandir di kursi arsitek.

Walau sebenarnya, publik tidak bisa memungkiri prestasi ‘semata wayang’ Indonesia dari dunia sepak bola, selama 24 tahun terakhir, yakni yang dilahirkan Evan Dimas cs dalam turnamen Piala AFF U-19 tahun 2013.

Waktunya Cinta Hadir

Kini, FIFA tak mengakui Indonesia sebagai salah satu anggotanya, induk organisasi sepak bola dunia itu juga mencabut hak Indonesia terkait program-program pengembangan FIFA, dan juga pelatihan-pelatihan, selama masa hukuman. Pertanyaannya, sampai kapan hukuman ini harus diterima Indonesia? Sampai kapan juga, mereka yang mencari nafkah dari dunia sepak bola harus duduk berdiam diri tanpa menendang bola? Padahal, sepak bola adalah sumber mata pencaharian mereka.

Pendeta  di Gereja Baptis Montgomery, Martin Luther King, Jr, pernah mengatakan darkness cannot drive out darkness, only light can do that; hate cannot drive out hate, only love can do that, mungkin ini saat yang tepat untuk menyadari bahwa gelapnya prestasi Tim Nasional Indonesia selama 24 tahun terakhir harus segera diperbaiki dari berbagai sektor, termasuk perbaikan organisasi sepak bola yang disebut PSSI.

Sepak bola Indonesia juga tidak akan semakin baik bila masih ada dua kutub, PSSI dan Kementerian Pemuda Olahraga (Kemenpora), yang enggan duduk bersama untuk mengesampingkan benci demi cinta masyarakat Indonesia terhadap sepak bola.

Karena seperti kutipan dari Martin Luther King di atas, kebencian tidak bisa mengusir bisa kebencian, hanya cinta yang bisa melakukan hal tersebut. 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home