37 Pekan Demonstrasi Anti Pemerintah di Aljazair
ALJIR, SATUHARAPAN.COM. Gejolak politik dengan protes oleh rakyat terhadap pemerintah juga melanda Aljazair yang diserukan sebagai “revolusi baru” pada hari Jumat (1/11) di ibukota negara itu, Aljir.
Demonstran anti pemerintah berkumpul di Aljir dalam jumlah ribuan pada hari yang bertepatan dengan peringatan 64 tahun perang kemerdekaan Aljazair pada 1954 dari Prancis. Pengunjuk rasa berkumpul di gedung Grande Poste di pusat kota menjelang sore, menurut laporan AFP.
"Aljazair akan mengambil kembali kemerdekaannya" dan "Rakyat menginginkan kemerdekaan mereka", teriakan para pengunjuk rasa. Jumlah mereka lebih banyak dari demonstrasi mingguan yang mereka lakukan 37 kali pada setiap hari Jumat secara berturut-turut.
Polisi menghalangi pengunjuk rasa di jalan dekat Grande Poste dan melakukan beberapa penangkapan di pagi hari, menurut saksi mata. Angkutan umum berhenti beroperasi, dan semua perjalanan kereta ke ibukota dibatalkan, yang tampaknya dilakukan untuk mencegah rakyat bergabung dalam demonstrasi.
Demonstrasi mingguan telah berlangsung di Aljazair dan wilayah lain negara itu sejak 22 Februari, dan memaksa presiden lama, Abdelaziz Bouteflika, mengundurkan diri pada awal April.
Namun demonstrasi terus berlangsung dan mereka menargetkan seluruh rezim itu dan menyerukan perubahan sistem politik yang ada sejak 1962.
Seruan untuk bergabung dalam protes hari Jumat dikaitkan dengan perjuangan kemerdekaan 1 November 1954. "Sejarah berulang," salah satu serun itu. "1 November 1954-2019. 48 provinsi di ibukota untuk mengingat awal revolusi pembebasan besar."
"Ini menyangkut semua orang. Panggil orang-orang Aljazair untuk keluar, untuk berbaris dan menyerbu ibukota dengan jutaan orang, dari semua provinsi, pada hari Jumat, 1 November, sampai semua penjahat diturunkan," kata yang lain.
Pemilihan Presiden
Meskipun ditentang keras dengan demonstrasi di jalan-jalan, pihak berwenang Aljazair terus maju dengan rencana pemilihan presiden yang ditetapkan dilakukan pada 12 Desember. Sementara para aktivis menuntut reformasi menyeluruh di negara kaya minyak itu sebelum pemungutan suara. Mereka mengatakan tokoh-tokoh era Bouteflika yang masih berkuasa tidak boleh menggunakan pemilihan presiden untuk menentukan penggantinya.
Pada hari Rabu, panglima militer yang berkuasa, Jenderal Ahmed Gaid Salah, yang memimpin desakan untuk pemilihan presiden pada akhir 2019, mengatakan bahwa pemilihan akan "dukungan penuh" oleh rakyat Aljazair. Namun para pengunjuk rasa setiap Jumat menyerukan: "tidak ada suara" (untuk pemilu).
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...