3rd JIMB 2018, Messages from the Matrix
Antusiasme Seniman Grafis Indonesia Menurun
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bertempat di Museum Dan Tanah Liat (MDTL), Ds. Kersan Rt. 5, Tirtonirmolo, Kasihan-Bantul, Selasa (20/11) sore, 3rd Jogja International Miniprint Biennale (JIMB) 2018 resmi dibuka. Perhelatan yang terdiri dari beberapa kegiatan dibuka oleh pemilik Natan art space Nasir Tamara.
3rd JIMB 2018 diikuti 178 seniman terdiri dari 149 seniman yang mendaftar sebagai peserta seleksi dan 29 seniman yang berpartisipasi sebagai seniman tamu dimana karya mereka tidak mengikuti seleksi dan kompetisi. Dibanding peserta dari Indonesia, antusiasme peserta luar negeri begitu luar biasa. Tercatat 136 seniman internasional dari 32 negara yang berpartisipasi, meningkat hampir 200 persen dari bienal 2016 yang diikuti 77 seniman internasional. Sementara seniman Indonesia diwakili hanya oleh 42 seniman atau menurun 60 persen dari angka 99 peserta di bienal 2016 lalu.
“Proses penjurian berjalan alot dan ketat. Yang menarik dari perhelatan (JIMB) yang ketiga ini adalah terjadinya peningkatan hampir 200 persen lebih seniman grafis partisipan dari luar negeri, namun terjadi penurunan 60 persen dari peserta dari Indonesia. Ini patut dijadikan sebagai catatan penting bagi penyelenggaraan JIMB yang ketiga ini. Dengan tema yang ditawarkan Messages from the Matrix, diharapkan peserta tidak hanya terjebak pada urusan keteknikan melulu (craftmanship), namun juga mampu merespon dari situasi-kondisi sosial-budaya hari ini yang dikenal dengan fenomena post-truth. Bagaimana karya-karya peserta bisa merefleksikan kondisi tersebut,” jelas ketua juri JIMB Sudjud Dartanto saat mengumumkan karya terbaik dalam yang dibacakan pada pembukaan 3rd JIMB 2018, Selasa (20/11) sore.
Keluar sebagai peraih penghargaan The Three Best Works adalah Maja Zemunik (Kroasia) dengan karya grafis berjudul “No Nam” menggunakan teknik aquatint/drypoint/linocut, Antoni Kowalski (Polandia) dengan karya grafis berjudul “Freedom” menggunakan teknik mezzotint, serta Eve Eesma (Estonia) dengan karya grafis berjudul “Hidden Info” menggunakan teknik mixed intaglio-relief prints
Sementara untuk penghargaan karya unggulan The Execellence Works berturut-turut Silvana Martignoni (Italia) dengan karya grafis berjudul “Matrix: the Two Realities and the power to decide” menggunakan teknik mezzotint, Giri Dwinanto (Indonesia)dengan karya grafis berjudul “Loving 3” menggunakan teknik intaglio, dan Thamrongsak Nimanussornkul (Thailand) dengan karya grafis berjudul “Noble Truths-Wisdom” menggunakan teknik silkscreen print.
Anggota juri lainnya Deni Rahman menambahkan dengan karakter karya berukuran kecil/mini di bawah 20 cm x 20 cm, pemilihan teknik cukup menentukan hasil karya. Lima karya peraih penghargaan 3rd JIMB menggunakan teknik cetak dalam sementara satu peserta dari Thailand menggunakan teknik cetak saring.
“Dalam ukuran karya kecil, pemilihan teknik cetak yang paling efektif adalah teknik cetak dalam. Bayangkan jika itu menggunakan teknik cetak datar dengan ukuran batu lytho yang berukuran besar, efek-efek yang ditumbulkan menjadi tidak nampak (detail). Dalam kompetisi seni grafis, (selain tema) teknik kemudian menjadi sesuatu yang dipertimbangkan cukup ketatoleh juri dimanapun.” jelas Deni.
Seniman grafis dari Eropa Timur masih mendominasi karya-karya finalis dan peraih penghargaan dalam 3rd JIMB 2018. Bisa dipahami, selain teknik, rekam jejak suasana sosial-politik di negara-negara Eropa Timur sering mereka tuangkan dalam karya grafisnya. Sebagaimana juga di negara Amerika Latin seni grafis di negara-negara Eropa Timur masih menjadi sarana propaganda yang efektif bagi seniman di sana meskipun kerap membawa konsekuensi mereka harus sembunyi-sembunyi dalam berkarya di ruang publik atau justru dikejar-kejar oleh pihak aparat keamanan di sana.
Di Polandia misalnya, kekuatan teknik dan pengerjaan yang detail pada karya grafis menjadi salah satu ciri khas seniman grafis Polandia. Sejak tahun 1970-an poster, pamfet dari seniman Polandia banyak mempengaruhi dan mewarnai seni grafis dunia. Karya grafis menjadi salah satu media propaganda di Eropa Timur hingga tahun 1990-an. Stiker, pamflet, grafiti, menjadi media yang efektif menyuarakan keresahan masyarakat serta krisis politik-ekonomi saat itu di berbagai belahan negara Eropa Timur.
Tentang menurunnya jumlah peserta dari Indonesia dalam 3rd JIMB 2018, pengajar jurusan Seni Grafis ISI Yogyakarta Edi Sunaryo menyatakan keprihatinannya.
“Saya deg-degan saat diberikan informasi oleh ketua juri (3rd JIMB 2018) Sudjud, bahwa ini sangat ironis sekali. Seniman grafis dari Indonesia yang ikut tidak ada separohnya. Dari segi pendidikan akan kami sampaikan (kepada teman-teman akademisi) untuk didiskusikan. Sebagai data, saat wisuda (ISI Yogyakarta) meluluskan lebih dari 40 seniman grafis. Namun ketika ditantang untuk berpartisipasi dalam 3rd JIMB 2018, ternyata hanya sedikit yang ikut,” kata Edi Sunaryo saat memberikan pengantar pembukaan 3rd JIMB 2018.
Di tengah lesunya dunia seni grafis di Indonesia ditandai dengan hilangnya sebagian besar nama-nama ‘pegrafis menjanjikan’ di tanah air dalam 3rd JIMB 2018 yang sempat mewarnai kepesertaan pegrafis dalam negeri di dua bienal sebelumnya. Celakanya pegrafis pendatang baru baik yang masih berstatus mahasiswa di perguruan tinggi seni maupun yang baru saja lulus tidak cukup punya keberanian untuk berkompetisi. Ini tentu menjadi pekerjaan rumah bersama untuk menemukan kembali semangat seni grafis.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...