44 Persen Wilayah Gaza Menjadi "No-go Zone"
GAZA, SATUHARAPAN.COM - Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan bahwa warga sipil di Gaza tidak memiliki tempat yang aman untuk tinggal dan pergi. Sekitar 44 persen dari tanah Gaza dinyatakan sebagai “no-go zone” (kawasan di mana warga tidak bisa keluar atau bepergian karena terkepung) oleh tentara Israel.
Fasilitas lembaga PBB di sana (UNRWA) juga tidak kebal terhadap serangan. Setidaknya 18 fasilitas medis, termasuk lima klinik kesehatan UNRWA sudah terkena serangan udara dan tembakan oleh Israel. Yang terbaru adalah selokah yang dikelola PBB di Gaza juga di serang dan membunuh sedikitnya 15 orang dan 200 orang terluka.
Penasihat Khusus Sekretaris Jenderal tentang Pencegahan Genosida, Adama Dieng, dan Penasihat untuk Tanggung Jawab Perlindungan, Jennifer Welsh, menyatakan keprihatinan serius mereka tentang eskalasi kekerasan di Gaza dan yang menargetkan warga sipil di saat krisis ini.
"Kami menyatakan terkejut dengan tingginya jumlah warga sipil yang meninggal dan terluka dalam operasi militer Israel yang sedang berlangsung di Gaza dan serangan roket yang diluncurkan oleh Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya di wilayah sipil Israel," kata mereka dalam sebuah pernyataan pers.
Sementara itu Dewan Hak Asasi Manusia PBB dalam sidang hari Kamsi (24/7) mengeluarkan resolusi yang merekomendasikan dilakukannya penyelidikan internasional atas pelanggaran HAM di wilayah pendudukan Palestina dan wilayah Yerusalem Timur.
Dieng dan Welsh menyatakan bahwa tingginya jumlah korban sipil, khususnya di kalangan rakyat Palestina, bisa menunjukkan penggunaan yang tidak proporsional dan tanpa pandang bulu kekuatan Angkatan Bersenjata Israel. Pada saat yang sama, peluncuran serangan roket oleh Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya ke wilayah pemukiman Israel merupakan penggunaan yang sembarangan atas kekuatan militer mereka.
Dalam konteks ini, "kedua belah pihak melanggar hukum kemanusiaan internasional dan hukum hak asasi manusia internasional, dan tindakan ini bisa menimbulkan kejahatan kekejaman," kata mereka.
Kebencian di Medsos
"Kami sama-sama terganggu oleh penggunaan mencolok pidato kebencian di media sosial, khususnya terhadap penduduk Palestina," tambah mereka. Menurut laporan yang bisa dipercaya, tentang individu telah menyebarkan pesan yang bisa merendahkan kemanusiaan terhadap Palestina dan menyerukan pembunuhan anggota kelompok ini.
Mereka menambahkan bahwa tindakan semua pihak harus benar-benar dan tidak memihak, dan yang bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, pada kedua sisi, harus bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Pertemuan darurat di Jenewa oleh Dewan itu juga mengutuk keras "pelanggaran meluas, sistematis dan berat atas hak asasi manusia internasional dan kebebasan dasar" yang timbul dari operasi militer Israel sejak 13 Juni, dan menyerukan gencatan senjata segera.
Dalam perkembangan terkait, kepala Pendidikan PBB, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) hari ini menyesalkan pembunuhan Khaled Reyadh Hamad, seorang juru kamera yang tewas di lingkungan Shijaiyah di Kota Gaza pada 20 Juli.
"Sangat penting bahwa semua mengakui status sipil wartawan, yang melaksanakan pekerjaan mereka untuk diberitahu kita tentang kejadian di lapangan," kata Direktur Jenderal UNESCO, Irina Bokova , dalam siaran persnya.
"Seperti yang diatur dalam perjanjian internasional, wartawan harus dilindungi, termasuk ketika melaporkan dari tempat kejadian," kata dia menegaskan. (un.org)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...