Perempuan Murtad Sudan, Mariam Ibrahim Bertemu Paus Fransiskus
ROMA, SATUHARAPAN.COM – Seorang perempuan asal Sudan yang beberapa waktu lalu menghadapi ancaman hukuman mati karena dituduh mengingkari Islam, Mariam Ibrahim bertemu dengan Paus Fransiskus setelah tiba di Italia dalam perjalanan ke Amerika Serikat (AS).
Mariam Yahya Ibrahim Ishag dan keluarganya diterima oleh Paus Fransiskus di rumahnya selama 30 menit dan Paus mengucapkan apresiasinya untuk pembuktian dan kesungguhan iman Mariam.
Mariam dan suaminya yang berkebangsaan Amerika, Daniel Wani juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Paus Fransiskus untuk dukungannya yang besar dan rasa aman yang mereka rasakan dari doa yang dipanjatkan oleh Paus dan saudara seiman yang lain.
Pertemuan itu merupakan “Tanda kedekatan dan solidaritas bagi semua orang yang menderita karena mempertahankan iman mereka, khususnya Kristen yang mengalami penganiayaan,” kata juru bicara Vatikan, Federico Lombardi.
“Paus yang berumur 77 tahun tersebut memberi Mariam sebuah rosario setelah berbincang hangat tentang rencananya di AS, di mana dia berharap akan segera terbang kesana dalam waktu dekat.”
Keluarga kecil itu terbang ke bandara militer di Roma pada Kamis (24/7) pagi dan disambut oleh Perdana Menteri Italia, Matteo Renzi dan istrinya, serta Menteri Luar Negeri Italia, Federica Mogherini.
“Hari ini adalah hari perayaan,” kata Renzi.
Wakil Menteri Luar Negeri Italia, Lapo Pistelli, yang menemani keluarga Mariam pada penerbangan ke Roma, mengunggah sebuah foto ke akun twitternya yang memotret ibu muda tersebut saat naik pesawat tengah memeluk bayi perempuannya dan anak laki-lakinya yang sedang minum air dari botol.
“Misi selesai,” tulisnya.
Pada pemberitaan sebelumnya, seluruh dunia menyerukan pembebasan seorang perempuan Sudan, Mariam Yahya Ibrahim Ishag yang terancam dihukum mati dengan cara digantung karena murtad.
Beberapa hari setelah dipenjara, perempuan Sudan yang berumur 26 tahun itu kemudian melahirkan anak keduanya di penjara.
Kasus Mariam Pertanyakan Kebebasan Beragama di Sudan
Kasus Mariam ini menimbulkan pertanyaan terhadap kebebasan beragama di Sudan yang merupakan sebagian besar penduduknya beragama Muslim dan memicu protes dari pemerintah Barat dan kelompok hak asasi manusia.
Kasus ini menjadi fokus di mata dunia internasional setelah Sudan tidak lagi menjadi sorotan di mana perang yang telah berlangsung selama 11 tahun terus berlanjut dengan jutaan orang menjadi korbannya dan membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Suami dari Mariam, Wani mengatakan bahwa keluarganya telah mencari perlindungan di kedutaan besar AS karena menghadapi ancaman pembunuhan terhadap keluarganya.
Mariam, Wani dan kedua anak mereka sedang dijamu oleh pemerintah Italia di Roma selama beberapa hari sebelum mereka terbang ke New York. (alarabiya.net)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...