58 Meninggal-Ratusan Hilang Korban Bendungan Jebol di Brasil
BRASIL. SATUHARAPAN.COM - Tiada seorang pun yang ditemukan dalam kondisi hidup dekat Kota Brumadinho di bagian tenggara Brasil, pada Minggu (27/1). Sejak bendungan jebol pada Jumat (25/1) hingga Minggu (27/1), korban meninggal dunia mencapai 58 orang.
"Kami harus punya harapan," kata seorang perempuan yang suaminya hilang.
Penyebab bendungan jebol sampai saat ini belum jelas. Vale, pemilik kompleks pertambangan, menyatakan telah mengikuti semua prosedur keselamatan.
Upaya pencarian sempat dihentikan pada Minggu (27/1) lantaran muncul kekhawatiran bendungan lainnya yang juga dimiliki Vale berisiko turut jebol.
Bagaimana Kabar Terkini?
Vale mengatakan sebanyak 305 karyawan, kontraktor, dan warga masih hilang. Adapun sebanyak 192 orang dapat diselamatkan hidup-hidup.
"Setelah 48 jam upaya pencarian, peluang menemukan (seseorang) dalam kondisi hidup sangat tipis," kata Kolonel Eduardo Angelo, kepala operasi pencarian kepada segenap keluarga korban hilang.
"Namun kami masih bekerja dengan kemungkinan bahwa kami akan menemukan orang-orang dalam keadaan hidup,” katanya.
Bendungan jebol, mengakibatkan luapan lumpur menimbun kantin tempat para karyawan tambang sekaligus mengepung rumah-rumah warga, kendaraan, dan jalan.
Akses menuju kawasan itu sulit. Bahkan regu-regu penyelamatan menggunakan helikopter dan alat-alat berat.
Bus kedua yang mengangkut para karyawan telah ditemukan, namun para regu penyelamat belum mencapai kereta yang amat mungkin menampung penyintas atau jenazah.
"Saya masih punya harapan," kata Nelia Mary Fonseca kepada BBC, selagi dirinya menanti kabar tentang suaminya, Adriano, yang bekerja sebagai kontraktor pertambangan.
Bagaimana dengan Perusahaan?
Para jaksa penuntut umum mengatakan, telah membekukan aset sebesar 11 miliar reais atau setara dengan Rp40,7 triliun milik Vale, perusahaan pertambangan terbesar di Brasil.
Wali kota Brumadinho, Avimar de Melo Barcelos, mengritik perusahaan yang menurutnya bersikap "sembrono dan tidak becus" serta negara bagian Minas Gerais dalam pengawasan bedungan.
"Tragedi ini menghancurkan kota kami,” katanya.
Dalam wawancara televisi, Direktur Vale, Fabio Schvartsman, menekankan bahwa bencana itu terjadi walaupun perusahaan telah mengikuti rekomendasi-rekomendasi keselamatan yang dibuat para pakar internasional.
"Saya bukan teknisi pertambangan. Saya mengikuti nasihat para teknisi dan Anda bisa lihat yang terjadi. Itu tidak berhasil," katanya.
Schvartsman, yang menjabat sejak Mei 2017, berikrar "maju di atas standar nasional dan internasional apapun…Kami akan menciptakan bantalan keselamatan yang jauh lebih mumpuni dengan apa yang kami miliki hari ini untuk menjamin ini tidak pernah terjadi lagi".
Pada 5 November 2015, sebuah bendungan milik Vale bersama BHP Billiton, jebol di Mariana, negara bagian Minas Gerais, menewaskan 19 orang. Kejadian saat itu dipandang sebagai bencana lingkungan terparah di Brasil.
Setelah melalui proses persidangan yang panjang, Vale mencapai kesepakatan dengan pemerintah bernilai sedikitnya 6,8 miliar reais atau Rp25,2 triliun. (bbc.com)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...