HAM
Penulis: Kris Hidayat
19:20 WIB | Senin, 02 Juni 2014
7 Pendeta Temui Komnas HAM Laporkan Penutupan Gereja
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tujuh pendeta Cianjur yang gerejanya disegel oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur pada Senin (2/6) melaporkan kasusnya kepada Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM).
Ketujuh pendeta tersebut adalah Pendeta Paulus Heryanto, Pendeta Mangapul Sihombing, Pendeta Oferlin Hia, Pendeta Joko Kristono, Pdp. Ferry Rompas, Pendeta Samuel Manto dan Pendeta Yohanes.
Berkas pelaporan mereka diterima oleh Komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat, di ruang pengaduan Komnas HAM.
Gereja-gereja itu adalah Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI) Ciranjang, Gereja Gerakan Pentakosta (GGP) Ciranjang, Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB) Cianjur, Gereja Gerakan Pentakosta (GGP) Bethlehem Cianjur, Gereja Betel Indonesia (GBI) Cianjur, Gereja Injil Sepenuh Internasional Cianjur dan Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA) Cianjur.
Ketujuh pendeta ini juga didampingi Wakil Ketua Badan Kerja Sama Gereja (BKSG) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Pendeta Orlando Sinambela.
“Kami melaporkan sikap Pemda Kabupaten Cianjur ke Komnas HAM dan berharap Komnas HAM dapat memediasi kami dengan Bupati Cianjur dan menyelesaikan penyegelan tujuh gereja ini,” kata Pendeta Oferlin Hia, kepada satuharapan.com.
"Imdadun Rahmat juga berjanji akan mengecek kebenaran data-data yang telah diterima," tambah Pendeta Oferlin.
Pendeta Oferlin Hia adalah pemimpin dari GKPB Cianjur yang mengalami penyegelan rumah ibadah sejak tanggal 8 Desember 2013 lalu.
Dalam pelaporan, pihak gereja membawa sejumlah barang bukti penyegelan sepihak berupa surat-surat yang dikirimkan Pemda Cianjur.
“Surat-surat penyegelan diterima dari kelurahan, kecamatan, FKUB, Kesbangpol, dan Satpol PP Kabupaten Cianjur,” kata Pendeta Oferlin Hia, yang juga sebagai Ketua BKSG Kabupaten Cianjur.
Pendeta Oferlin juga menjelaskan gerejanya yang disegel itu antaranya sudah berdiri sejak tahun 1977, sedangkan penyegelan yang dilakukan oleh Pemda Cianjur dengan alasan gereja tidak mendapat izin SKB dua menteri, sementara SKB tersebut baru disahkan pada 2006.
“Kami hanya ingin menyampaikan hak-hak kami sebagai warga negara. Jelas negara telah mengabaikan hak kami dalam beribadah,” keluh Oferlin Hia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
BERITA TERKAIT
KABAR TERBARU
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...