95,5 Persen Warga Crimea Setuju Gabung dengan Rusia, Uni Eropa Mengecam
SIMFEROPOL, SATUHARAPAN.COM Pemimpin Crimea Sergiy Aksyonov mengatakan kepada ribuan warga Crimea yang bersukacita di Lapangan Lenin Square di ibu kota wilayah itu di Simferopol bahwa Crimea "pulang ke rumah" setelah hasil referendum menyatakan mereka bergabung dengan Rusia. Uni Eropa mengecam dan bersiap dengan sanksi.
Ribuan orang itu menyanyikan lagu kebangsaan Rusia setelah hasil pemungutan suara awal menunjukkan 95,5 persen pemilih menyatakan memisahkan diri dari Ukraina untuk menjadi bagian Rusia.
Sementara itu dari Brussels, Uni Eropa bersiap dengan gelombang sanksi kepada Rusia.
Sanksi akan segera diumumkan Senin (18/3) pagi waktu setempat ketika para menteri luar negeri Uni Eropa berkumpul di Brussels di mana larangan visa dan pembekuan asset untuk sejumlah tokoh Rusia sudah tinggal dikenakan.
Sanksi serupa dari Amerika Serikat akan menyusul setelah Menteri Luar Negeri AS John Kerry dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov gagal menjembatani perbedaan.
"Akan ada sejumlah sanksi, akan ada sejumlah respons jika pemungutan suara Crimea terus berlangsung," kata Kerry Jumat lalu seperti dikutip AFP.
EU Sebut Referendum Crimea Ilegal
Referendum mengenai penggabungan Crimea ke Rusia "ilegal dan tidak sah", kata Uni Eropa (EU), Minggu (17/3), dan perhimpunan itu akan memutuskan apakah memberlakukan sanksi-sanksi baru pada Senin.
"Referendum itu ilegal dan tidak sah dan hasilnya tidak akan diakui," kata para pemimpin Dewan Eropa dan Komisi Eropa dalam sebuah pernyataan bersama.
Pertemuan para menteri luar negeri EU pada Senin mulai pukul 08.30 GMT (pukul 15.30 WIB) "akan mengevaluasi keadaan besok di Brussels dan memutuskan langkah-pangkah tambahan" terhadap Moskow, kata Herman Van Rompuy dan Jose Manuel Barroso.
Rakyat Crimea memberikan suara mereka Minggu dalam referendum mengenai penggabungan wilayah itu ke Rusia, di tengah meningkatnya tekanan Barat terhadap Moskow agar tidak mencaplok daerah tersebut.
Baik Washington maupun Brussels telah memberlakukan saksi-sanksi awal dan memperingatkan bahwa mereka akan mengambil langkah lebih serius, hingga sanksi ekonomi penuh, jika pemungutan suara itu tetap dilakukan.
Para duta besar dari 28 negara anggota EU akan bertemu pada Minggu malam untuk menyusun sebuah daftar pejabat Rusia dan Ukraina pro-Kremlin yang mungkin menjadi sasaran sanksi, kata seorang diplomat.
"Kami mengulangi kecaman keras kami atas pelanggaran tanpa provokasi terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina dan mendesak Rusia menarik pasukan angkatan bersenjatanya hingga ke tingkatan sebelum krisis," kata EU dalam pernyataan itu.
Didukung Muslim Rusia
Muslim Rusia akan mendukung pilihan apa pun warga Crimea dalam referendum hari ini, kata Kepala Pusat Dewan Muslim Rusia, Talgat Tadjuddin, seperti dikutip kantor berita Itar-Tass dalam lamannya, Minggu (16/3).
"Yang kami saksikan di Crimea dan Ukraina saat ini adalah keprihatinan mendalam kami," kata Tadjuddin. "Saat rumah tetangga dilalap api, Anda mesti bergegas menolongnya. Api itu bisa menyebar ke rumah Anda juga. Ukraina adalah bagian dan paket dunia Slavia, Kristen Ortodoks, dan ada 120 juta dari mereka di Rusia."
"Tatar Crimea adalah saudara sedarah kami", kata Tadjuddin yang menyebut Rusia memiliki tiga tanggung jawab di Crimea dalam soal agama, kedekatan, dan ikatan darah.
"Jika keputusan dibuat untuk kembali ke pangkuan Rusia, kami mesti menerima ini dengan kegembiraan besar," kata dia. "Seluruh bangsa kita yang besar ini akan membantu mencapai hal itu."
Tadjuddin mengatakan bahwa semua donasi yang dikumpulkan dari anggota jemaah di masjid Ufa selama sebulan akan dikirimkan ke Crimea untuk memperbaiki sebuah masjid di Simferopol.
Pusat Dewan Muslim Rusia juga akan berperan serta dalam perbaikan gereja, demikian Itar-Tass. (AFP)
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...