Abbas Ancam Putuskan Penyatuan dengan Hamas
Hamas menolak untuk perlucutan senjata, dan tetap menuntut diakhirinya blokade; Hamas juga tetap menyatakan bahwa Israel tidak punya hak untuk eksis.
KAIRO, SATUHARAPAN.COM - Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, mengancam untuk memutuskan perjanjian penyatuan dengan Hamas jika gerakan Islam itu tidak memungkinkan pemerintah untuk beroperasi dengan baik di Jalur Gaza.
Pernyataan itu disampaikan Abbas di tengah upaya pembicaraan dengan Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi, pasa Sabtu (6/9) malam. Hal itu menandai masalah kunci yang ditujukan bagi Liga Arab tentang pembicaraab setelah dua pekan gencatan senjata untuk mengakhiri konfrontasi 50 hari dengan Israel di Gaza.
"Kami tidak akan menerima situasi dengan Hamas terus seperti saat ini," kata Abbas pada saat kedatangan di ibu kota Mesir, Kairo, pada Sabtu malam, dalam sambutannya yang dipublikasikan oleh kantor berita resmi Palestina WAFA.
"Kami tidak akan menerima kemitraan dengan mereka jika situasi terus seperti ini di Gaza di mana ada pemerintah bayangan ... yang bekerja di wilayah itu," katanya. "Pemerintah konsensus nasional tidak dapat berbuat apa-apa di lapangan," kata dia menyesalkan, seperti dikutip AFP.
Menurut ketentuan kesepakatan rekonsiliasi yang ditandatangani pada bulan April, Palestina sepakat untuk membentuk pemerintah kesepakatan sementara, yang mengakhiri tujuh tahun persaingan pemerintahan di Tepi Barat dan Gaza.
Kesatuan kesepakatan berusaha untuk mengakhiri tahun pahit dan kadang-kadang berdarah dalam persaingan antara gerakan Hamas dan Fatah yang mendominasi Otoritas Palestina yang berbasis di Tepi Barat.
Kabinet baru, yang berbasis di Ramallah, mulai bekerja pada 2 Juni, dengan pemerintah Hamas di Gaza secara resmi mengundurkan diri pada hari yang sama.
Meskipun dilakukan serah terima, Hamas tetap secara de facto memegang kekuatan di Gaza, dan pelaksanaan ketentuan perjanjian persatuan ditunda karena kekerasan yang meletus pada 8 Juli.
Pernolak Perlucutan Senjata
Sementara itu, berkaitan dengan pembicaraan Palestina dan Israel, pemimpin senior Hamas, Ismail Haniyeh, menyatakan menolak tuntutan Israel agar kelompok itu dilucuti sebagai syarat untuk mengakhiri blokade yang telah berlangsung lama di Jalur Gaza, dan untuk mengizinkan pembukaan bandara dan pelabuhan di sana.
Haniyeh mengatakan dalam pertemuan di dekat Kota Gaza, "Kami tidak dapat menerima atau menjalankan setiap keputusan internasional untuk melucuti perlawanan", merujuk pada Hamas dan kelompok militan Palestina lainnya.
Israel mengatakan pihaknya akan mendesak perlucutan senjata Hamas dalam pembicaraan tidak langsung di Kairo yang bertujuan untuk memetakan jalan ke depan untuk Gaza setelah perang 50 hari yang membunuh lebih dari 2.200 orang, sebagian besar wargaPalestina. Pertempuran berakhir pada 26 Agustus.
Hamas sedang mengusahakan pembukaan bandara dan pelabuhan di jalur pantai yang padat penduduk dan pencabutan pembatasan di perbatasan Israel yang diberlakukan pada tahun 2007.
Israel telah lama mengatakan harus membatasi impor semen, pipa dan bahan konstruksi lainnya ke Gaza, karena militan menggunakannya untuk membuat roket, bunker dan terowongan yang digunakan dalam serangan lintas-perbatasan.
Berbeda dengan Otoritas Palestina yang didukung Barat di Tepi Barat, Hamas tidak menerima hak Israel untuk eksis.
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...