Ada dalam Tiada
SATUHARAPAN.COM – Namanya Sari. Dia adalah sahabat saya ketika SMP. Rasanya baru kemarin, kami bergelak tawa membahas kisah yang tak habis-habisnya diceritakan sampai sore tiba. Terkadang kami pun bersilang kata, tetapi tak lama berbaikan kembali. Namun, waktu amatlah cepat, seperti lembaran novel yang menuliskan… tiga dekade kemudian, tiba-tiba kabar mengatakan Sari berpulang ke Rumah Bapa. Dan tiga dekade itu serasa hempasan angin karena pengalaman-pengalaman itu masih tergores nyata.
Kehadiran seseorang sejatinya begitu ada setelah dia tiada. Itulah yang saya rasakan. Ketika papa saya ada, hadir mengisi hari-hari, semua terasa begitu wajar, sampai ketika dia tiada. Ketika pulang sekolah saya menemui nenek buyut saya, duduk menemaninya sampai sore menjelang di depan jendela, semua begitu wajar, sampai ketika dia tiada, jendela dan kisah-kisahnya itu terpatri dalam ingatan anak yang belum 10 tahun bahkan sampai dia melewati usia 40 tahunnya.
Berpulangnya orang yang kita kasihi membuat kehadirannya begitu ada. Kebaikannya, tutur katanya, tatapan matanya, senyumnya, ajarannya, menjadi semakin nyata walau tanpa kata dan raga. Itulah ajaibnya Sang Kasih. Tak terkekang oleh dimensi ruang dan waktu. Ada dalam tiada. Dia tetap ada, walau tanpa kata.
Kehilangan begitu menyesakkan, tak ada kata yang dapat menyelami dalamnya kehilangan itu, karena tubuh manusia memang fana. Namun, kasih adalah abadi.
Turut berdukacita juga atas berpulangnya Pdt. David MP, ayahanda dari Pdt. Yoel M Indrasmoro. ”TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” (Ayb. 1:21).
Editor : Yoel M Indrasmoro
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...