Kepada Siapakah Kami akan Pergi?
Kemauanlah yang memampukan orang menjadi setia.
SATUHARAPAN.COM – ”Apakah kamu tidak mau pergi juga?” (Yoh. 6:67). Demikianlah catatan Penulis Injil Yohanes. Di tengah banyak orang yang mundur dan tak mau mengikuti-Nya lagi, Yesus tidak berusaha menahan para murid yang masih setia. Dia juga tidak membujuk mereka agar tetap tinggal. Sebaliknya, Yesus menantang mereka. Yesus menghadapkan mereka pada pilihan: pergi atau tinggal.
”Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Yesus menegaskan, tak ada paksaan apa pun berkaitan dengan diri-Nya. Dalam kalimat itu juga tersirat bahwa Yesus menganggap lumrah seandainya para murid tidak lagi mengikuti-Nya. Yesus seakan memaklumi jika para murid meninggalkan-Nya.
”Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Ada kata ”mau” yang digunakan Sang Guru dari Nazaret. Mengikut Yesus memang lebih berdasarkan kemauan ketimbang kemampuan intelektual seseorang. Kemauanlah yang memampukan orang menjadi setia. Kemauanlah yang akhirnya membuat orang punya alasan intelektual untuk tetap bersama Yesus.
Dan itulah yang dinyatakan Petrus selaku wakil para murid. Atas pertanyaan Sang Guru, Sang Batu Karang itu menjawab dengan pertanyaan pula: ”Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi?” (Yoh. 6:68). Petrus malah menantang Yesus untuk menjawab pertanyaannya: ”Siapakah yang lebih layak diikuti ketimbang Engkau?”
Kalimat tanya Petrus bukan tanpa alasan. Petrus tegas berkata, ”Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah” (Yoh. 6:68-69).
Kalau kalimat yang sama ditujukan kepada kita sekarang, apakah jawab kita?
Editor : Yoel M Indrasmoro
Jaktim Luncurkan Sekolah Online Lansia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur meluncurkan Sekolah Lansia Onl...