ADB: Reformasi Jokowi Picu Pertumbuhan Ekonomi Jadi 5,5 Persen
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ekonomi Indonesia diyakini mulai bangkit ditandai dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,5 persen tahun ini dari 5,0 persen tahun sebelumnya, setelah mengalami deselerasi (perlambatan) empat tahun berturut-turut. Apabila reformasi struktural yang telah dimulai oleh Presiden Joko Widodo terus berlanjut dan tuntas, kenaikan pertumbuhan diprediksi akan berlanjut ke tahun depan, sehingga Indoensia mencapai pertumbuhan ekonomi 6 persen pada 2016.
Hal ini terungkap dalam publikasi ekonomi tahunan Asian Development Bank (ADB) yang Selasa (24/3) ini diluncurkan di Jakarta dalam sebuah diskusi yang menghadirkan pembicara Deputi Country Director ADB untuk Indonesia, Edimon Ginting dan Senior Economist Officer ADB untuk Indonesia, Priasto Aji.
Prakiraan ADB ini menunjukkan sikap optimisme yang lebih kuat apabila dibandingkan dengan Bank Dunia dan IMF. Bank Dunia memprakirakan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,2 persen tahun ini dan 5,5 persen tahun depan. Sedangkan IMF memprakirakan pertumbuhan ekonomi RI tahun ini 5,25 persen.
Kendati demikian optimisme ADB disertai syarat, yaitu pemerintah harus dapat melanjutkan dan mempertahankan momentum reformasi struktural yang sudah dimulai, seperti kebijakan menghapus subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). “Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah memulai reformasi kebijakan untuk meningkatkan iklim investasi. Kami mengharapkan pemerintah akan terus melanjutkan kebijakan yang mengakselerasi pembangunan infrastruktur, mengurangi biaya logistik dan memastikan implementasi anggaran,” kata Edimon.
ADB menganggap langkah Presiden Joko Widodo menghapus subsidi BBM November lalu menjadi salah satu sumber utama penghela pertumbuhan ekonomi. Dihapusnya subsidi membawa perbaikan yang sangat besar terhadap anggaran, dan membebaskan sejumlah signifikan sumberdaya ke penggunaan yang lebih produktif, termasuk infrastruktur fisik dan sosial.
Penghematan yang muncul dari penghapusan subsidi tersebut, menurut ADB, membuat pemerintah dapat menggandakan alokasi pembelanjaan modal pada tahun 2015, menambah anggaran untuk pendidikan dan kesehatan serta menurunkan defisit APBN ke level 1,9 persen dari Produk Domestik Bruto.
Faktor-faktor lain yang menurut ADB menjadi alasan untuk optimistis adalah kemungkinan penerimaan pajak yang lebih tinggi dari yang diharapkan, realisasi anggaran yang lebih baik, reformasi kebijakan yang mendorong investasi, konsumsi rumah tangga yang masih tinggi dan penurunan inflasi yang tajam.
Meskipun demikian, Edimon Ginting memberikan catatan bahwa pemerintahan Joko Widodo harus benar-benar serius untuk menuntaskan reformasi struktural yang telah dicanangkan. Ia mengambil contoh kebijakan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mengimplementasikan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) untuk meningkatkan iklim investasi melalui pemangkasan jalur birokrasi.
Menurut Edimon, kebijakan ini harus dikawal terus sampai benar-benar terlihat hasilnya dalam bentuk jumlah investasi yang meningkat masuk ke Indonesia. “Kalau kebijakan tersebut tidak membuat investasi meningkat, berarti ada yang belum selesai. Jadi harus tuntas,” tutur Edimon.
Editor : Eben Ezer Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...