Ade Armando Ingin Donald Trump Percaya Islam Ajarkan Cinta
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Ade Armando, ingin membuat bakal calon Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, percaya bahwa agama Islam mengajarkan cinta.
Menurutnya, larangan sementara umat Islam masuk ke Amerika Serikat yang diserukan Trump pada bulan Desember 2015, perlu dijawab secara memadai. Sebab, kata Ade, dalam sebuah wawancara dengan sebuah media asal Amerika Serikat, CNN, Trump mengaku yang dikhawatirkannya adalah kelompok Islam radikal, namun Trump mengaku sulit untuk membedakannya.
Ade menganggap wajar kekhawatiran Trump tersebut. Berangkat dari perkiraan PEW Research pada tahun 2013 yang menyatakan populasi umat Islam di dunia akan melonjak 73 persen –saat ini 1,6 miliar jiwa– pada tahun 2050, kekhawatiran Trump dapat menjadi sebuah pertanyaan, apakah lonjakan pertumbuhan umat Islam itu menjadi berkah bagi dunia atau sebaliknya?
Sebab, dalam beberapa tahun ke belakang, berita terkait Islam hanya seputar hal yang menakutkan, seperti aksi terorisme. “Meminjam istilah yang digunakan Trump, bila di dalam Islam ada getaran negatif, dan umat Islam adalah kaum yang taat pada ajarannya, maka lonjakan pertumbuhan itu tentu mengkhawatirkan,” kata Ade saat memberikan pidato kebudayaan ‘Agama Ideal di Masa Depan’ dalam acara perayaan Hari Ulang Tahun ke-15 Jaringan Islam Liberal yang diselenggarakan di Pisa Kafe, Jalan Mahakam I Nomor 11, Kebayoran Baru, Jakarta, Selatan, hari Jumat (1/4) malam.
Ade tidak membantah argumen sejumlah kalangan yang menyatakan bahwa dalam kasus terorisme yang bermasalah adalah kaum radikal. Namun, dia mempertanyakan, benarkah agama tidak memiliki peran dalam kejahatan tersebut? Apakah tidak ada suatu ajaran dalam Islam yang menyebabkan kekejaman itu lahir?
Tendensi Tidak Hargai HAM
Dia pun kembali merujuk pada hasil penilitian PEW Research, dari beberapa poin, Ade menemukan bahwa pengabaian hak asasi manusia dilandasi oleh ajaran Islam.
Untuk di Indonesia saja, Ade melanjutkan, 72 persen umat Islam mendukung pemberlakuan syariah. Dari angka tersebut, 45 persen mendukung hukuman badan untuk kejahatan seperti pencurian, 48 persen mendukung hukuman rajam untuk perzinahan, 18 persen setuju hukuman mati pantas bagi mereka yang murtad, dan 93 persen menyatakan istri harus patuh pada suami.
“Data tersebut mengonfirmasi bahwa ada sesuatu dalam Islam yang menyebabkan masyarakat menunjukkan tendesi lebih Islam akan cenderung lebih tidak menghargai HAM,” kata Ade.
Menurutnya, pandangan umat Islam yang menyatakan bahwa orang murtad layak dihukum mati, orang berzinah pantas dirajam, dan istri harus mendengar patuh pada suami, lahir dari keyakinan bahwa Tuhan atau Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wa salam (SAW) memang mengeluarkan perintah dan ketetapan seperti itu.
“Sebagai seorang ilmuwan sekuler, saya melihat bahwa konsepsi tentang hukum Islam yang diyakini arus utama masyarakat Islam saat ini merupakan salah satu pangkal keterbelakangan untuk memasuki peradaban kontemporer saat ini dan di masa depan,” ucap dia.
Oleh karena itu, menurutnya, baik hadis, Alquran, ataupun sunnah, tidak bisa dijadikan sebagai hukum positif untuk mengatur kehidupan masyarakat saat ini. Dia mengajak umat Islam menjadikan ketiganya sebagai panduan demi menjadikan Islam yang rahmatan lil alamin.
“Saya percaya pada Alquran adalah ayat-ayat Allah, sunnah adalah panduan penting tentang bagaimana Nabi Muhammad SAW hidup dan menjalani kehidupannya. Tapi saya tidak percaya bahwa keduanya bisa dijadikan sebagai hukum positif untuk mengatur kehidupan masyarakat saat ini,” tutur Ade.
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...