Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 10:47 WIB | Senin, 20 Januari 2025

Afrika Selatan: Diselidiki Mengapa 87 Penambang Tewas Terperangkap di Bawah Tanah

Polisi melihat mereka sebagai penjahat dan memaksa mereka untuk menyerah. Presiden dituntut lakukan penyelidikan.
Tim penyelamat bekerja di tambang emas yang terbengkelai selama beberapa bulan di Stilfontein, Afrika Selatn, hari Selasa (14/1). (Foto: AP/Themba Hadebe)

CAPE TOWN, SATUHARAPAN.COM-Presiden Afrika Selatan menghadapi panggilan untuk memerintahkan penyelidikan atas operasi polisi yang dimaksudkan untuk memerangi penambangan ilegal tetapi akhirnya membiarkan 87 penambang tewas di bawah tanah saat pihak berwenang berusaha memaksa mereka menyerah dalam kebuntuan yang berlangsung selama berbulan-bulan.

Tragedi di tambang emas terbengkalai di dekat kota Stilfontein mulai terungkap pada bulan Agustus, ketika polisi memutus pasokan makanan untuk beberapa waktu bagi para penambang yang bekerja secara ilegal di terowongan tambang.

Taktik itu tampaknya dimaksudkan untuk memaksa mereka keluar tetapi malah menyebabkan puluhan orang meninggal karena kelaparan atau dehidrasi, menurut kelompok yang mewakili para penambang.

Pengadilan memerintahkan operasi penyelamatan yang diluncurkan pada hari Senin (13/1) dan lebih dari 240 orang yang selamat diangkut keluar pekan ini dalam kelompok-kelompok kecil di dalam kandang logam, beberapa dari mereka sangat kurus setelah lebih dari lima bulan di bawah permukaan. Semua yang selamat ditangkap, kata polisi.

Berikut ini adalah kronologi kejadiannya:

Operasi Tutup Lubang

Pemerintah Afrika Selatan telah bertahun-tahun berjuang untuk menghentikan kelompok penambang memasuki sekitar 6.000 tambang yang terbengkalai atau ditutup di negara kaya emas itu untuk mencari sisa endapan. Menurut pejabat, Afrika Selatan kehilangan lebih dari US$3 miliar emas akibat perdagangan gelap tahun lalu.

Pasukan polisi melancarkan operasi — dijuluki “Tutup Lubang” — pada akhir tahun 2023 untuk memberantas penambangan ilegal dengan mengepung beberapa tambang dan memutus pasokan yang dikirim oleh anggota kelompok lain di permukaan, sehingga para penambang akan keluar sendiri dan ditangkap.

Tambang Emas Buffelsfontein, lokasi bencana, menjadi sasaran polisi pada bulan Agustus tetapi baru pada bulan November situasi para penambang menarik perhatian kelompok hak asasi manusia. Aktivis memperingatkan bahwa ratusan penambang terjebak hingga 2,5 kilometer (1,5 mil) di bawah tanah dan sangat membutuhkan makanan, air, dan persediaan lainnya.

Seorang menteri kabinet tertawa ketika ditanya apakah pihak berwenang akan mengirimkan pasokan. “Kami tidak mengirimkan bantuan kepada penjahat,” kata Khumbudzo Ntshavheni, seraya menambahkan bahwa “penjahat tidak boleh ditolong. Penjahat harus dianiaya.”

Kelaparan Sebagai Senjata

Serikat pekerja dan kelompok hak asasi manusia mengatakan pihak berwenang menggunakan kelaparan sebagai senjata di Buffelsfontein. Sebuah kelompok yang mewakili para penambang mengatakan bahwa polisi tidak hanya menghentikan makanan untuk sementara waktu, mereka dan pemilik tambang juga membongkar sistem tali dan katrol yang digunakan untuk masuk ke tambang dan mengirimkan pasokan.

Polisi telah membantah bertanggung jawab atas kematian tersebut dan bersikeras bahwa para penambang tidak terjebak tetapi berhasil melarikan diri melalui beberapa terowongan di tambang.

Lebih dari 1.500 orang berhasil melarikan diri, kata polisi, tetapi yang lainnya tetap tinggal karena takut akan ditangkap.

Tetapi kelompok hak asasi manusia mengatakan ratusan penambang terjebak di dalam tambang terlalu jauh dari terowongan yang dapat mereka lalui atau terlalu lemah untuk melakukan pendakian yang berbahaya.

Aktivis mengatakan bahwa pihak berwenang juga harus disalahkan atas penundaan yang lama dalam meluncurkan operasi penyelamatan, yang baru dimulai pada hari Senin (13/1) setelah pengadilan memerintahkan pemerintah untuk menyelamatkan para penambang.

Siapakah Para Penambang Itu?

Para penambang, yang dikenal sebagai "zama zamas" — "penipu" atau "penipu ulung" dalam bahasa Zulu — biasanya bersenjata dan merupakan bagian dari sindikat kriminal, kata pemerintah.

Mereka sering kali merupakan warga negara asing yang tidak berdokumen dan pihak berwenang mengatakan bahwa sebagian besar yang keluar dari tambang Buffelsfontein berasal dari Mozambik, Zimbabwe, dan Lesotho, dan berada di Afrika Selatan secara ilegal.

Polisi mengatakan mereka menyita emas, bahan peledak, senjata api, dan lebih dari US$2 juta uang tunai dari para penambang dan telah membela pendekatan garis keras mereka.

Seruan Kepada Presiden untuk Memerintahkan Penyelidikan

Partai politik terbesar kedua di Afrika Selatan, yang merupakan bagian dari koalisi pemerintah, telah meminta Presiden Cyril Ramaphosa untuk memerintahkan penyelidikan atas apa yang terjadi di tambang Buffelsfontein.

Investigasi tersebut juga harus menentukan apakah polisi "siap menggunakan pembalasan dan hukuman sebagai cara yang dapat diterima untuk memerangi penambangan ilegal," kata partai Aliansi Demokratik.

Yang lain mempertanyakan apakah tindakan yang sangat keras oleh pihak berwenang tersebut disebabkan karena sebagian besar penambang di Buffelsfontein bukanlah warga Afrika Selatan, tetapi migran tidak berdokumen.

Ramaphosa belum mengomentari bencana tersebut. (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home