Agar Tak Bebani Rakyat, Denda BPJS Kesehatan Perlu Direvisi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra yang membidangi masalah kesehatan, Roberth Rouw meminta kepada pemerintah untuk segera merevisi peraturan yang mengatur mengenai denda keterlambatan pembayaran iuran BPJS Kesehatan.
"Sebab, pada dasarnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) diciptakan untuk meningkatkan kemudahan akses masyarakat untuk mendapatkan fasilitas kesehatan," kata Roberth dalam siaran persnya yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, hari Kamis (30/7).
Apalagi kata Roberth, UUD 1945 pasal 28H telah mengamahkan bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap orang, dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.
Karena itu, ia berharap peraturan-peraturan yang mengatur mengenai sanksi atau denda keterlambatan pembayaran iuran yang justru membebankan masyarakat yang menjadi peserta BPJS harus segera direvisi. Sebab, hal tersebut tidak sejalan dengan amanat UUD 1945.
"Seperti halnya Perpres no 111 tahun 2013 tentang perubahan atas Perpres nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan pada pasal 17A ayat 3 dan 4, serta Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 tahun 2014 tentang Penyelenggara Jaminan Kesehatan pada Pasal 35 ayat 4 dan 5 mengenai Iuran Kepesertaan Jaminan Kesehatan yang isinya justru memberatkan masyarakat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan," kata dia.
Sebab dalam peraturan tersebut, apabila terjadi keterlambatan pembayaran Iuran untuk Pekerja Penerima Upah, maka dikenakan denda administratif sebesar dua persen per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu tiga bulan. Denda tersebut dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh pemberi kerja.
Sementara keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar dua persen per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.
"Hal-hal inilah yang perlu kita tekankan untuk segera direvisi. Sebab negara tidak boleh mengambil keuntungan dengan membebankan rakyatnya sendiri. Sehingga kita bisa mendapatkan konsep ideal jaminan sosial yang sejalan dengan amanah UUD 1945," katanya.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...