Agenda Penting Prabowo di Kabinet Jokowi
SATUHARAPAN.COM – Presiden Joko Widodo dan Wapres Amin Ma’ruf memutuskan mengangkat Prabowo Sibianto, sebagai Menteri Pertahanan Kabinet Indonesia Maju (2019 -2024), padahal Prabowo adalah pesaing Jokowi dalam dua pemilihan presiden. Dan segera keputusan ini mengundang beragam tanggapan.
Sebagian memuji keputusan Jokowi yang mau merangkul lawan dalam kontestasi Pilpres, dan juga memuji Prabowo karena bersedia mendukung pemerintahan untuk kemajuan Indonesia.
Ajakan Jokowi dan sambutan oleh Prabowo ini juga dinilai sebagai sebuah rekonsiliasi, setidaknya proses politik bisa diwarnai oleh persaingan yang ‘sengit’, tetapi juga selalu ada akhirnya, dan berganti dengan kerja sama untuk membangun untuk kepentingan bersama, bangsa.
Yang lain menyoroti tentang kekecewaan sebagian dari para pendukung Prabowo yang mengharapkan dia menjadi “panglima” untuk terus menantang Jokowi, bahkan setelah Pilpres. Hal ini terutama terkait kelompok yang memainkan politik identitas yang membonceng dalam gerbong yang mendukung Prabowo dalam Pilpres.
Sorotan yang lebih “tengah” menilai bahwa kesediaan Prabowo bergabung dalam kabinet sebagai kematian oposisi dalam lima tahun mendatang, atau setidaknya melemahkan oposisi. Sebab, dengan bergabungnya Partai Gerindra, pimpinan Prabowo, dalam kabinet, partai di luar pemerintah hanya akan terdiri dari Partai Demokrat, PKS dan PAN. Banyak yang menyoroti kekuatan ketiga partai itu terlalu kecil untuk menjadi oposisi yang efektif.
Pernyataan ini entah mengarah pada ketidak-percayaan ketiga partai itu bisa memainkan peran oposisi secara efektif atau soal lemahnya kontribusi pada koalisi yang mengusung Prabowo, sehingga ketergantungannya terlalu besar pada sosok Prabowo dan Gerindra, bahkan dalam mengawasi pemerintah.
Mencermati Masalah Sektarian
Seperti sebuah objek yang bisa dilihat dari berbagai sudut pandang dan membagun pemahaman yang berbeda-beda, apalagi dengan pra paham (dan kepentingan) sebelumnya yang berbeda-beda, masalah ini juga menghadapi situasi serupa.
Keputusan Jokowi dan kesediaan Prabowo bergabung di kabinet juga bisa dilihat dari sisi kepentingan untuk menciptakan kondisi yang kondusif untuk pembangunan. Urgensi ini bisa dilihat bahwa beberapa target pemerintahan Jokowi lima tahun sebelumnya tidak bisa dicapai, dan hal itu berkaitan dengan situasi sosial berupa goncangan-goncangan sektarian dan praktik politik identitas. Bahkan Jokowi menyebutkan beberapa menteri tidak paham visi dan misi pemerintahnya.
Oleh karena itu, ajakan kepada Prabowo bisa diartikan sebagai evaluasi dan koreksi sendiri oleh pemerintah dalam meningkatkan akselerasi pembangunan. Dan ini yang diharapkan oelh rakyat atas pemerintahan Jokowi di periode kedua. Jadi ada harapan bahwa keputusan Jokowi itu untuk meredam goncangan sektarian dan politik identitas.
Apakah ini akan efektif, itu bergantung juga pada Prabowo sendiri, apakah dia bisa melepaskan diri dari situasi selama ini di mana dia “diboncengi” oleh kelompok sektarian, atau malah menjadi pintu masuk kelompok sektarian “yang membonceng” untuk menyusup ke pemerintahan.
Belajar dari Lebanon
Masalah sektarian dan politik identitas, bangsa Indonesia bisa bercermin dengan apa yang terjadi sekarang ini di Lebanon; negeri ini makin terpuruk karena begitu lama pemerintahan dan politiknya dirundung oleh buruknya politik identitas dan persaingan sektarian.
Politik sektarian, di sana bahkan ditampung dalam konstitusi, dan ternyata, konflik sektarian seperti memperoleh pembenaran, dan tidak pernah menyelesaikan masalah negeri itu, justru makin terpuruk. Konflik senjata masa lalu memang bisa diredam, tetapi konflik sektarian dalam politik dan ekonomi membuat negara yang konon indah itu masuk dalam krisis berkepanjangan. Ini akibat politik identitas, dan konflik sektarian membuat korupsi merajalela, pemerintahan tidak efektif, pembangunan tidak berjalan karena krisis keuangan, hubungan internasional memburuk.
Peran Penting Prabowo
Indonesia, tidak kebal untuk mengalami apa yang terjadi di Lebanon, jika politik identitas dan masalah-masalah sektarian terus menyebar seperti kanker dalam kehidupan bangsa ini. Dan tanda-tanda ke arah sana telah kita lihat dalam hampir semua proses politik.
Bergabungnya Prabowo, dalam kaitan melemahnya oposisi yang diperlukan dalam pembangunan demokrasi, bisa menjadi keprihatinan kita. Namun hal itu tidak juga harus menghilangkan kepekaan kita pada ancaman politik identitas dan sektarian yang sangat serius.
Posisi Prabowo di Kementerian Pertahanan justru menunjukkan peran yang penting pimpinan Gerindra ini untuk melindungi Indonesia, terutama dari kelompok radikal yang juga merupakan “sumber daya” sentral dari politik identitas dan sektarianisme. Dan ini harus ditanggapi sebagai pesan yang kuat pada Prabowo.
Memang tanggung jawab ini juga berada pada Kementerian Pendidikan (yang dipercayakan kepada Nadiem Makarim) untuk membersihkan sekolah-sekolah dari proses indoktrinasi paham sektarian dan radikalisasi, selain memperkuat dalam teknologi.
Kementerian Agama yang dipercayakan kepada figur berlatar belakang militer, Fachrur Razi, juga mestinya memiliki “kimia” yang mudah untuk bersinergi dengan Prabowo untuk membangun keberagamaan di Indonesia sebagai kekuatan moral, dan bukan sumber konflik, melalui radikalisasi agama dan sektarianisme.
Demikian juga dengan kementerian Komunikasi dan Informatika yang dipercayakan kepada Johnny G Plate yang diharapkan mengatasi masalah-masalah ujaran kebencian, paham sektarian dan radikalisme yang disebarkan melalui media massa dan media sosial. Teknologi informasi telah menjadi kekuatan pembangunan, namun ada sisi bahwa di tangan kriminal, teknologi ini juga bisa menjadi senjata mematikan.
Keputusan Jokowi dan Prabowo tentu menyangkut pengorbanan pada kedua sisi koalisi, tetapi itu bisa jadi jauh lebih sepada dengan apa yang hendak dicapai keduanya. Sekalipun ada banyak komentar, hal yang sama adalah harapan rakyat agar pemerintah efektif dalam bekerja untuk kesejahteraan dan keadilan bagi bangsa Indonesia. Selamat bekerja dalam sinergi untuk seluruh Kabinet Indonesia Maju.
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...