Agroforestri DAS Citarum 500 HA
JAKARTA, SATUHARPAN.COM - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengungkapkan tahun ini dilakukan kegiatan agroforestri di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum seluas 500 hektare (ha), guna mengendalikan erosi.
Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Citarum-Ciliwung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, R Dodi Susanto di Bandung, Senin (11/4) mengatakan, kegiatan agroforestri tersebut merupakan salah satu program untuk memperbaiki ekosistem alam yang rusak dengan melakukan pengendalian erosi.
"Kegiatan agroforestri merupakan penanaman di luar kawasan hutan, memadukan kegiatan pengelolaan hutan ataupun pohon kayu-kayuan dengan penanaman komoditas tanaman jangka pendek atau semusim," katanya.
Menurut dia, luas kawasan DAS Citarum yang dimanfaatkan untuk kegiatan agroforestri atau wanatani pada 2016 lebih kecil, dibandingkan 2015 yang mencapai 5.500 ha.
Sedangkan target kegiatan wanatani dalam lima tahun ke depan di DAS Citarum yang meliputi Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat, tambahnya, seluas 84.173 ha.
Dodi mengatakan, luas lahan kritis di DAS Citarum pada 2013 mencapai 76.959 ha dengan erosi sebesar 21,69 juta ton per tahun dan Run off (aliran air permukaan) 16,71 juta meter kubik per tahun.
"Perubahan penggunaan lahan, perlakuan terhadap lahan yang salah, menjadi salah satu faktor utama penyebab semakin besarnya lahan kritis, erosi lahan dan aliran permukaan," katanya.
Selain melalui agroforestri, katanya, upaya lain untuk menekan lahan kritis di DAS Citarum yakni pembangunan Dam Penahan sebanyak 96 unit, Gully Plug atau bangunan pengendali jurang 360 unit dan sumur resapan 751 unit.
Menurut Dodi, kegiatan wanatani di kawasan DAS Citarum untuk tahun ini melibatkan sekitar 83 kelompok tani di Kabupaten Bandung maupun Bandung Barat.
Sementara itu Ketua Forum Komunikasi Kelompok Tani Agroforestri Kabupaten Bandung, Ahmad Sudirman mengatakan, program Agroforestri kali ini bersifat swakelola yakni dari petani, oleh petani dan untuk petani.
"Berbeda dengan program-program sejenis sebelumnya bersifat `top down` untuk kali ini sifatnya dari bawah, yakni petani yang mengajukan Rencana Usulan Kerja Kelompok (RUKK) ke pemerintah (BPDAS)," katanya.
Pria yang akrab disapa Abah Alit itu mengatakan, kegiatan agroforestri kali ini dilakukan selama tiga tahun dimana setiap lahan ditanami tanam keras sebanyak 400 batang per hektar.
Ketua Kelompok Tani Agroforestri Cimenteng, Ayi Hidayat mengatakan, beberapa tanaman keras yang dibudidayakan yakni ekaliptus, gemali, albasia, kopi, sedangkan tanaman semusim seperti jagung, singkong, cabe.
Terkait kendala yang dihadapi, menurut dia, yakni masih banyaknya petani yang enggan menanami lahannya dengan tanaman keras, dengan alasan mengganggu pertumbuhan tanaman sayuran.
Sementara itu, menurut Kepala BPDASHL Citarum-Ciliwung Dodi Susanto, anggaran yang disalurkan ke petani untuk kegiatan agroforestri sebesar Rp9 juta hingga Rp10 juta per hektar. (Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...